Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

”Aja Kagetan, Aja Gumunan, lan Aja Dumeh...”

Kompas.com - 10/02/2014, 11:58 WIB

Oleh: Kwik Kian Gie

HARIAN Kompas edisi 4 Februari 2014 memuat tulisan Ahmad Syafii Maarif (Buya) dengan judul ”Waktu dan Masalah Kedaulatan”. Artikel itu sangat menarik dan lain dari yang biasa dibicarakan orang.

Di tengah hiruk pikuk sanjungan terhadap segelintir orang yang dianggap dapat diandalkan memimpin bangsa yang sedang dalam kegelapan ini, Buya mengingatkan jangan takabur, terutama jika sanjungan dan dukungan datang dari para cukong. Maksud tulisan ini bukan hanya menggarisbawahi Buya, melainkan juga melengkapinya dengan aspek lebih licin, lebih lihai,  dan lebih berbahaya. Jika Buya mengingatkan jangan terjerembap godaan uang dari para cukong, yang tak kalah penting adalah sanjungan, tepukan pundak, dan acungan jempol terhadap mangsa yang ia incar.

Menguasai media

Para cukong itu menguasai media massa. Agar jualan mereka laku, sanjungan terhadap orang yang dijadikan target bisa dilakukan dalam bentuk semacam kampanye oleh media massanya. Dengan menyanjung secara gegap gempita setiap hari, televisi atau korannya diminati banyak orang. Ini saja sudah memberi keuntungan bagi sang cukong. Namun, dengan menyanjung orang yang berpotensi jadi penguasa melalui media yang dimilikinya, sang cukong menanam budi pada yang bersangkutan tanpa mengeluarkan uang  yang, pada waktunya nanti, akan dimanfaatkan.

Dalam kaitan ini, tepat waktu penampilan Megawati Soekarnoputri dalam acara Mata Najwa di MetroTV, belum lama berselang, yang juga mengingatkan sanjungan dengan istilah jangan mongkok yang artinya ’jangan membengkakkan dada’. Soeharto sering mengatakan agar biso rumongso, jangan hanya rumongso biso. Artinya, supaya bisa tahu diri tentang batas-batas kemampuannya, jangan sebaliknya, merasa bisa segala.

Megawati memang berhak mengatakan segala yang ia kemukakan dalam Mata Najwa. Bicara tentang blusukan, dalam era Soeharto yang represif—terutama terhadap partainya, terlebih terhadap keluarga Bung Karno—Megawati sudah blusukan ke seantero Indonesia dengan cara yang sangat berat. Dia mengunjungi sekitar 300 cabang partainya sampai ke pelosok Tanah Air yang hanya dapat dicapai dua hari dengan kapal kecil.

Pembicaraan dengan para kader yang dikunjunginya hanya dapat dimulai sekitar pukul 23.30 ke atas (acara sebelumnya dalam bentuk hajatan keluarga). Kalau tidak, pasti pertemuan dalam bentuk rapat atau diskusi dibubarkan aparat.

Dalam kongres di Surabaya untuk memilih ketua umum partainya, Megawati tak mau diajak menginap di hotel yang nyaman. Dia memilih tidur di Asrama Haji bersama sekitar 1.000 anggota delegasi di dalam kamar sangat sederhana tanpa AC dan penuh nyamuk. Saya menyaksikan sendiri betapa sekujur badannya berbintik-bintik bekas gigitan nyamuk.

Ketika dalam pemungutan suara Megawati memperoleh lebih dari 90 persen suara, Kasospol ABRI minta kepada saya menyampaikan pesan kepadanya apakah mau berunding dengan sang jenderal. Bersusah payah saya menemukannya karena dia duduk di atas lantai di tengah-tengah lebih dari 1.000 peserta kongres yang semuanya duduk di lantai berimpit-impitan. Sangat sulit tiba padanya.

Ketika saya sampaikan pesan tersebut, dia menjawab supaya saya menyampaikan kepada Kasospol, ”Siapakah saya yang rakyat jelata seperti ini harus berunding dengan seorang jenderal?”

Mau tidak mau Megawati harus diakui sebagai ketua umum karena kongres dihadiri seluruh pers. Terjadilah peristiwa 27 Juli yang berdarah. Ketika pagi-pagi sekali dia diberi tahu tentang sudah dimulainya lempar-lemparan batu di depan Kantor DPP di Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, dia bergegas ingin pergi ke DPP. Untung ada kader yang memerintahkan para anggota mengepung rumahnya di Kebagusan supaya dia tetap tinggal di rumah.

Menjelang konferensi pers, sekitar pukul 18.00 di rumahnya, dia menyatakan ingin menanggung semua beban dan risiko seorang diri. Kepada seorang kader yang anggota DPP, dia mempersilakan supaya mengkritik partainya dan menyatakan mengundurkan diri dari partainya agar, dengan demikian, bebas dari risiko penangkapan, penculikan, pemenjaraan, dan entah apa lagi dalam situasi yang semrawut dan simpang siur seperti itu.

Stop menghujat

Namun, ketika siapa saja yang namanya terkenal sedikit berkumpul menduduki Gedung DPR menghujat Soeharto, Megawati tidak mau hadir di Gedung DPR meski massa di sana sudah meneriakkan yel-yel yang bersahut-sahutan antara ”Mana Mega” dan ”Mega Mendung”. Kemudian yel-yel yang bersahutan menggunakan kata-kata yang jorok.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

MUI Minta Satgas Judi Online Bertindak Tanpa Pandang Bulu

MUI Minta Satgas Judi Online Bertindak Tanpa Pandang Bulu

Nasional
Tolak Wacana Penjudi Online Diberi Bansos, MUI: Berjudi Pilihan Hidup Pelaku

Tolak Wacana Penjudi Online Diberi Bansos, MUI: Berjudi Pilihan Hidup Pelaku

Nasional
MUI Keberatan Wacana Penjudi Online Diberi Bansos

MUI Keberatan Wacana Penjudi Online Diberi Bansos

Nasional
[POPULER NASIONAL] Menkopolhukam Pimpin Satgas Judi Online | PDI-P Minta KPK 'Gentle'

[POPULER NASIONAL] Menkopolhukam Pimpin Satgas Judi Online | PDI-P Minta KPK "Gentle"

Nasional
Tanggal 18 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 18 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Polisi Temukan Bahan Peledak Saat Tangkap Terduga Teroris di Karawang

Polisi Temukan Bahan Peledak Saat Tangkap Terduga Teroris di Karawang

Nasional
Polisi Tangkap Satu Terduga Teroris Pendukung ISIS dalam Penggerebekan di Karawang

Polisi Tangkap Satu Terduga Teroris Pendukung ISIS dalam Penggerebekan di Karawang

Nasional
BPIP: Kristianie Paskibraka Terbaik Maluku Dicoret karena Tak Lolos Syarat Kesehatan

BPIP: Kristianie Paskibraka Terbaik Maluku Dicoret karena Tak Lolos Syarat Kesehatan

Nasional
Sekjen Tegaskan Anies Tetap Harus Ikuti Aturan Main meski Didukung PKB Jakarta Jadi Cagub

Sekjen Tegaskan Anies Tetap Harus Ikuti Aturan Main meski Didukung PKB Jakarta Jadi Cagub

Nasional
PKB Tak Resisten Jika Anies dan Kaesang Bersatu di Pilkada Jakarta

PKB Tak Resisten Jika Anies dan Kaesang Bersatu di Pilkada Jakarta

Nasional
Ditanya Soal Berpasangan dengan Kaesang, Anies: Lebih Penting Bahas Kampung Bayam

Ditanya Soal Berpasangan dengan Kaesang, Anies: Lebih Penting Bahas Kampung Bayam

Nasional
Ashabul Kahfi dan Arteria Dahlan Lakukan Klarifikasi Terkait Isu Penangkapan oleh Askar Saudi

Ashabul Kahfi dan Arteria Dahlan Lakukan Klarifikasi Terkait Isu Penangkapan oleh Askar Saudi

Nasional
Timwas Haji DPR Ingin Imigrasi Perketat Pengawasan untuk Cegah Visa Haji Ilegal

Timwas Haji DPR Ingin Imigrasi Perketat Pengawasan untuk Cegah Visa Haji Ilegal

Nasional
Selain Faktor Kemanusian, Fahira Idris Sebut Pancasila Jadi Dasar Dukungan Indonesia untuk Palestina

Selain Faktor Kemanusian, Fahira Idris Sebut Pancasila Jadi Dasar Dukungan Indonesia untuk Palestina

Nasional
Kritik Pengalihan Tambahan Kuota Haji Reguler ke ONH Plus, Timwas Haji DPR: Apa Dasar Hukumnya?

Kritik Pengalihan Tambahan Kuota Haji Reguler ke ONH Plus, Timwas Haji DPR: Apa Dasar Hukumnya?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com