Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polisi Ungkap Dua Kasus Korupsi Bea Cukai yang Terlacak PPATK

Kompas.com - 17/01/2014, 05:49 WIB
Dani Prabowo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Satu per satu transaksi keuangan mencurigakan milik pejabat Direktorat Jenderal Bea Cukai diungkap Mabes Polri. Dari 13 laporan transaksi keuangan mencurigakan yang beberapa waktu lalu diberikan Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan, dua di antaranya telah diungkap.

"Dari sejumlah nama yang disebutkan, ada yang terkait dengan laporan PPATK. Sekarang masih didalami, perkembangannya akan disampaikan," kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen Pol Arief Sulistyanto saat rilis kasus dugaan "suap Harley Davidson" yang menyeret pejabat kepabeanan, Kamis (16/1/2014).

Namun, Arief enggan mengungkapkan nama pejabat yang dimaksud. Berdasarkan informasi yang diperoleh wartawan, pejabat yang dimaksud adalah Syafruddin, Kasi Pelayanan Kantor Bea Cukai Entikong. Nama Syafruddin terseret kasus dugaan suap pemberian motor Harley Davidson senilai Rp 320 juta yang diberikan Hery Liwoto kepada Langen Prodjo pada 2010.

Hery Liwoto merupakan pengusaha impor dan ekspedisi sejumlah komoditas di Entikong, Kalimantan Barat. Sementara Langen, pada saat motor tersebut diberikan, menjabat Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea Cukai Entikong, yang tak lain juga merupakan atasan Syafruddin.

Pemberian motor tersebut diduga merupakan bagian dari upaya Hery memuluskan bisnis komoditas asing yang diimpornya secara ilegal. Saat ini, kasus dugaan suap ini tengah ditangani Bareskrim Polri. Dua orang telah ditetapkan sebagai tersangka, yaitu Langen dan Hery.

Mereka diancam dengan Pasal 5 Ayat (1) dan (2) UU Tipikor dan Pasal 11, Pasal 12 A dan Pasal 12 B UU Tipikor. Selain itu, keduanya juga dijerat Pasal 3 dan Pasal 6 UU 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan Pasal 3 dan Pasal 5 UU 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.

Kasubdit Money Laundering Dittipideksus Bareskrim Polri Kombes Pol Agung Setya mengatakan, Syafrudin belum ditetapkan sebagai tersangka terkait kasus ini karena masih menjalani proses hukum terkait kasus korupsi lain di Kejaksaan Negeri Sanggau, Kalimantan Barat.

Sementara itu, kasus kepemilikan rekening mencurigakan lain yang telah diungkap, yaitu milik Kasubdit Ekspor dan Impor Ditjen Bea Cukai nonaktif, Heru Sulastyono. Ia diduga menerima suap dalam bentuk polis asuransi berjangka dari seorang pengusaha bernama Yusran Arief.

Suap tersebut diberikan dalam kurun waktu 2005-2007, saat Heru menjabat Kepala Penindakan dan Penyidikan Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tipe A Tanjung Priok di Jakarta Utara. Nilai dari setidaknya 11 polis asuransi berjangka yang dia terima adalah Rp 11,4 miliar.

Dalam kasus ini, Yusran diduga menyuap Heru sebagai upaya menghindarkan perusahaannya dari audit pajak. Heru dan Yusran telah ditetapkan sebagai tersangka dengan sangkaan Pasal 3 dan 6 UU Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Heru dan Yusran juga dikenakan sangkaan Pasal 3 dan 5 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU. Mereka dijerat pula sangkaan Pasal 5 Ayat 2 serta Pasal 12 huruf a dan b UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 dan 56 KUHP.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com