Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

2 Penyidik Pajak Divonis Sembilan Tahun Penjara

Kompas.com - 17/12/2013, 18:49 WIB
Dian Maharani

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Dua Penyidik Pengawai Negeri Sipil (PPNS) Perpajakan pada Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak, Eko Darmayanto dan Muhammad Dian Irwan Nuqisra divonis masing-masing 9 tahun penjara dan denda masing-masing Rp 300 juta subsider enam bulan kurungan.

Hakim menilai keduanya terbukti menerima suap sebesar 600 ribu dolar Singapura untuk pengurusan pajak PT The Master Steel, menerima Rp 3,250 miliar terkait pengurusan pajak PT Delta Internusa, dan sebesar 150 ribu dolar AS untuk pengurusan kasus pajak PT Nusa Raya Cipta (NRC).

"Mengadili, menyatakan terdakwa 1 Muhammad Dian Irwan Nuqisra dan terdakwa 2 Eko Darmayanto terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama daan berlanjut. Memutuskan hukuman pidana masing-masing 9 tahun penjara dan denda masing-masing Rp 300 juta. Apabila tidak dibayar dapat diganti dengan 6 bulan kurungan," ujar Ketua Majelis Hakim Amin Ismanto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Selasa (17/12/2013).

Keduanya dianggap melanggar Pasal 12 huruf a Undang-undangan Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP sebagimana dakwaan kesatu primer dan melanggar Pasal 12 huruf a UU Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 65 ayat 1 KUHP sebagaimana dakwaan kedua primer.

Menurut Hakim Sutio, keduanya terbukti menerima suap seperti dakwaan pertama, yaitu menerima uang sebesar 600 ribu dolar Singapura dari Direktur Keuangan PT The Master Steel, Diah Soembedi, melalui anak buah Diah Effendi Komala dan Teddy Muliawan. Uang itu untuk penghentian penyidikan kasus pajak Master Steel dengan tersangka Diah Soeemedi dan Istanto Burhan.

Penyerahan uang kemudian dilakukan secara bertahap. Pada 6 Mei 2013, Diah menyerahkan uang SGD 300 ribu yang disimpan dalam amplop warna cokelat kepada anak buahnya Effendi untuk diberikan pada Eko. Setelah itu Effendi merencanakan teknis penyerahan uang dengan Eko.

Akhirnya pada 7 Mei 2013, Effendi menemui Eko. Saat itu Eko menyerahkan kunci mobil Honda City milik Dian. Mobil itu sudah sengaja diparkir di Terminal 2 Bandara Soekarno Hatta, Tangerang. Sesuai petunjuk, Effendi kemudian meletakkan uang tersebut dalam mobil dan menemui Eko yang menunggu di parkiran Terminal 2 Bandara. Eko dan Dian kemudian mengambil uang itu dan membaginya menjadi masing-masing SGD 150 ribu.

Pada penyerahan berikutnya dilakukan pada 15 Mei 2013. Penyerahan dilakukan oleh Teddy atas petunjuk Effendy. Teddy meletakkan uang 300 ribu dollar Singapura di bawah karpet kursi mobil Avanza. Mobil itu juga telah terparkir di Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta. Setelah itu Teddy menyerahkan kunci mobil pada Eko. Saat penyerahan kunci itu, KPK menangkap tangan Teddy, Eko, dan Dian. Sementara Effendy ditangkap dalam perjalanan di Kelapa Gading, Jakarta.

Hakim Anwar juga menyatakan keduanya terbukti menerima suap sebagaimana dakwaan kedua primair. Pertama, menerima uang senilai Rp 3,250 miliar dari Direktur dan pemegang saham PT Delta Internusa, Laurentinus Suryawidjaya Djuhadi. Uang diberikan melalui Adhi Setiawan dan Addi Winarko selaku pegawai PT Norojono Tobacco. Uang itu diberikan agar Eko dan Dian tidak menindaklanjuti hasil pemeriksaan bukti permulaan wajib pajak PT Delta Internusa.

Anwar menjelaskan, mulanya, pada 17 September 2012 keduanya diminta melanjutkan pemeriksaan Bukti Permulaan PT Delta Internusa berdasarkan laporan hasil pengembangan dan analisis Informasi Data Laporan Pengaduan (IDLP). Pemeriksaan itu menyatakan adanya selisih data bukti potong pajak antara PT Delta Internusa dibanding lawan transaksi.

Dian dan Eko menemukan data Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) PT Delta Internusa hanya mencantumkan peredaran usaha omzetnya Rp 6,1 triliun. Padahal nilai rokok yang masuk ke PT Delta Internusa mencapai sebesar Rp 8,17 triliun. Dian dan Eko kemudian menawarkan bantuan agar temuan pemeriksaan Bukti Permulaan tidak dilanjutkan pemeriksaannya. Dian dan Eko meminta imbalan Rp 10 miliar. Namun akhirnya disepakati sebesar Rp 3,250 miliar.

Penyerahan uang kemudian dilakukan di Hotel Ciputra, Jakarta Barat. Eko dan Dian menerima dua koper yang masing-masing berisi uang sebesar Rp 1,7 miliar dan Rp 1,550 miliar. Kemudian, mereka memberikan Rp 550 juta pada Addi dan sisanya sebesar Rp 2,7 miliar dibagi dua untuk Dian dan Eko. Dian mendapat Rp 1,5 miliar dan Eko sebesar Rp 1,2 miliar.

Kedua, hakim mengatakan Dian dan Eko juga menerima 150.000 dollar AS dari Kepala Bagian Keuangan PT Nusa Raya Cipta (PT NRC), Handoko Tejo Winoto. Uang itu diberikan agar keduanya tidak menindaklanjuti hasil pemeriksaan wajib pajak PT NRC.

Untuk kasus ini mulanya Direktur Teknik dan Pengembangan PT NRC Firman A Lubis dan Handoko meminta agar temuan pemeriksaan dapat diselesaikan sebatas pengguna faktur pajak dan tidak mendalami temuan lainnya. Dian dan Eko menanggapi dan meminta imbalan Rp 25 miliar. Namun Handoko hanya menyanggupi Rp 1,2 miliar.

Atas vonis tersebut, Dian dan Eko menyatakan akan menggunakan waktu untuk mempertimbangkan apakah menerima putusan atau banding.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com