Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 30/10/2013, 09:02 WIB

Oleh:

KOMPAS.com - Penembakan misterius terhadap anggota polisi akhir-akhir ini meningkat. Sejak Juli 2013 tercatat lima aksi penembakan, rata-rata berlangsung di Jabotabek.

Pelaku sepertinya tak lagi takut menjadikan aparat penegak hukum sebagai target.

Meningkatnya aksi penembakan terhadap polisi tentu keprihatinan kita bersama. Ia tak hanya teror terhadap polisi, juga serangan terhadap institusi penegak hukum dan rasa aman masyarakat. Polisi yang tugasnya melindungi masyarakat saja rentan jadi sasaran, apalagi orang biasa. Lagi pula, sebagian besar pelaku belum juga tertangkap.

Motif teror

Berbagai spekulasi mengenai pelaku dan motif di balik aksi itu sudah disampaikan banyak pengamat. Sebagian besar cenderung mengarahkan bahwa pelaku ialah teroris dari jaringan kelompok radikal ideologi agama yang hendak balas dendam kepada polisi. Tindakan polisi melalui Densus 88 dalam membongkar, menangkap, dan memburu jaringan teroris tersebut menjadikan polisi sebagai target balas dendam.

Pandangan itu tentu bisa saja benar. Namun, membangun kesimpulan demikian masih terlalu dini dan cenderung terburu-buru, khususnya terhadap aksi penembakan polisi di depan Gedung KPK. Pandangan itu cenderung membatasi kemungkinan pelaku dari kelompok lain dengan motif yang berbeda. Apalagi penyelidikan oleh polisi sendiri masih berlangsung.

Penembakan terhadap polisi bisa dilakukan siapa saja. Jika urusannya berkaitan dengan kerja polisi, polisi tak hanya berurusan dengan kelompok teroris, tapi juga dengan sindikat narko- tika dan pelaku kriminal lainnya. Maka, terbuka kemungkinan pelaku itu aktor lain dengan tujuan yang lain pula.

Motif tindakan terorisme jangan selalu disimplifikasi agama belaka. Pengalaman di beberapa negara menunjukkan bahwa aksi terorisme bisa juga dilatari motif etnonasionalisme seperti yang dilakukan kelompok Liberation Tigers of Tamil Eelam atau Macan Tamil. Cara-cara teror kadang-kadang digunakan pula dalam perang bisnis narkotika seperti dalam perang kartel narkoba di Meksiko.

Selain itu, aksi teror tidak selalu dilakukan aktor nirnegara. Bisa dilakukan aktor negara atau kelompok masyarakat, tetapi disponsori negara. Terorisme negara atau pemerintahan teror pernah masif terjadi di masa Perang Dingin. Dalam bentuk rezim pemerintahan totaliter, teror negara di masa Perang Dingin ditujukan untuk menghadapi kelompok oposisi.

Indonesia sendiri mengalami era pemerintahan teror di masa Orde Baru. Negara melalui aparatusnya waktu itu mempraktikkan aksi teror terhadap masyarakat: penculikan, pembunuhan, dan penembakan misterius. Tujuannya melanggengkan rezim Soeharto.

Meski pada saat ini sistem politik kita demokrasi, bukan tak mungkin terorisme bisa berlatar politik, etnonasionalisme, ideologi, agama, atau kriminal. Aksi terorisme dengan motif apa pun selalu menggunakan kekerasan secara sistematik untuk menimbulkan rasa takut yang meluas. Ia tidak menjadikan korban sebagai sasaran yang sesungguhnya, tetapi hanya sebagai taktik mencapai tujuan.

Dengan demikian, terlalu terburu-buru menyimpulkan bahwa pelaku penembakan anggota polisi, khususnya yang terjadi di depan Gedung KPK, adalah kelompok teroris lama dan bermotifkan agama. Pernyataan Wakapolri Oegroseno agar Polri jangan terlalu cepat mengambil kesimpulan bahwa pelaku aksi teror adalah kelompok radikal lama adalah tepat.

Kesimpulan yang pasti mengenai siapa pelaku dan apa motif tentu hanya bisa diperoleh jika pelaku tertangkap. Dari sini polisi bisa mengungkap pelaku dan motif yang sebenarnya.

Polisi hingga kini tak kunjung berhasil menangkap pelaku aksi-aksi penembakan itu, khususnya yang terjadi di depan Gedung KPK. Padahal, jika itu terorisme berbasis agama, polisi biasanya mudah dan cekatan menangkap para pelakunya. Polisi kali ini tampaknya menghadapi pelaku yang terlatih dan lebih profesional.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Nasional
Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya 'Clean and Clear'

Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya "Clean and Clear"

Nasional
Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Nasional
Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada 'Presidential Club'

Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada "Presidential Club"

Nasional
Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Nasional
“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

Nasional
Soal Orang 'Toxic' Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Soal Orang "Toxic" Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Nasional
Cak Imin Harap Pilkada 2024 Objektif, Tak Ada “Abuse of Power”

Cak Imin Harap Pilkada 2024 Objektif, Tak Ada “Abuse of Power”

Nasional
Tanggal 7 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 7 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

Nasional
Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

Nasional
Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Nasional
Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

Nasional
Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com