Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Menjaga" Jokowi dan Dilema Capres PDI-P

Kompas.com - 04/09/2013, 09:34 WIB

KOMPAS.com — Jumat hingga Minggu (8/9/2013), Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan menggelar Rapat Kerja Nasional III di Jakarta. Rapat kerja nasional (rakernas) terakhir sebelum Pemilu 2014 ini akan diikuti sekitar 1.200 orang.

Terkait rakernas itu, banyak kalangan bertanya tentang nasib Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo atau Jokowi di Pemilu Presiden 2014. Apakah Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri yang di Rakernas I (2011) diberi mandat memutuskan capres dari PDI-P akan menggunakan rakernas ini untuk mengumumkan sosok yang akan diusung di Pemilu Presiden 2014? Apakah rakernas ini akan jadi tempat bagi Jokowi ditetapkan sebagai capres PDI-P? Apakah PDI-P mengusung calon lain?

Belum ada jawaban pasti atas berbagai pertanyaan itu. PDI-P agaknya belajar dari Pemilu Presiden 2009, hingga mereka terkesan hati-hati meski sejumlah survei menunjukkan bahwa saat ini Jokowi punya elektabilitas tertinggi.

Megawati adalah orang pertama yang menyatakan bersedia dicalonkan sebagai presiden pada Pilpres 2009. Kesediaan itu disampaikan dalam pidato tanpa teks saat menutup Rapat Koordinasi Nasional PDI-P di Jakarta, 10 September 2007.

Posisi PDI-P waktu itu sedang bagus. Sejumlah survei menyebutkan, PDI-P ada di posisi pertama dan kedua jika pemilu digelar saat itu. Sebaliknya, Partai Demokrat anjlok dan ada peningkatan kekecewaan terhadap kinerja pemerintah.

Wakil Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Marzuki Alie, awal Agustus lalu, menuturkan, elektabilitas partainya tahun 2008 anjlok di bawah 10 persen.

Namun, sejumlah hal segera terjadi setelah itu. Agustus 2008, Agus Condro, anggota DPR dari PDI-P, mengaku menerima cek perjalanan senilai Rp 500 juta. Sejumlah kader PDI-P, seperti Panda Nababan, lalu diproses secara hukum.

Tahun 2008, pemerintah juga meluncurkan sejumlah program populis, seperti bantuan langsung tunai sebagai kompensasi kenaikan harga BBM. Harga BBM yang sempat dinaikkan pada pertengahan tahun kembali diturunkan tiga kali.

Berbagai kejadian itu diyakini ikut mengubah konfigurasi kekuatan politik saat itu. Elektabilitas Partai Demokrat dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melonjak. Hal sebaliknya dialami PDI-P yang terlempar ke posisi ketiga. Pengalaman ini setidaknya mengajarkan, dalam politik ada banyak faktor yang harus diperhitungkan. Kemenangan atau kekalahan kadang kala ditentukan pada saat-saat akhir.

Kesadaran itu diduga ikut menjadi pertimbangan hingga Sekretaris Jenderal PDI-P Tjahjo Kumolo menegaskan, partainya tak akan menggunakan forum rakernas mendatang untuk menetapkan capres dan cawapres.

”PDI-P dan Ibu Megawati selalu mencermati dinamika politik yang ada, masalah capres-cawapres akan diumumkan pada saat yang tepat. Namun, jika ada daerah yang menyebut masalah capres-cawapres, itu bagian dari dinamika,” kata Tjahjo.

Pada saat yang sama, PDI-P harus menjaga harapan sebagian kader dan masyarakat yang minta Jokowi segera ditetapkan sebagai capres. PDI-P juga harus menjaga momentum dan kader potensialnya, seperti Jokowi, dari serangan atau rayuan lawan politiknya. Inilah dilema PDI-P saat ini. (NWO)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Tawaran Masuk Kabinet Prabowo-Gibran, Sandiaga: Lebih Berhak Pihak yang Berkeringat

Soal Tawaran Masuk Kabinet Prabowo-Gibran, Sandiaga: Lebih Berhak Pihak yang Berkeringat

Nasional
PPP Tak Lolos Parlemen, Sandiaga: Saya Sudah Dievaluasi

PPP Tak Lolos Parlemen, Sandiaga: Saya Sudah Dievaluasi

Nasional
Respons Menko PMK, Komisi VIII DPR: Memberi Bansos Tidak Hentikan Kebiasaan Berjudi

Respons Menko PMK, Komisi VIII DPR: Memberi Bansos Tidak Hentikan Kebiasaan Berjudi

Nasional
Eks Penyidik Sebut KPK Tak Mungkin Asal-asalan Sita HP Hasto PDI-P

Eks Penyidik Sebut KPK Tak Mungkin Asal-asalan Sita HP Hasto PDI-P

Nasional
Disebut Copot Afriansyah Noor dari Sekjen PBB, Yusril: Saya Sudah Mundur, Mana Bisa?

Disebut Copot Afriansyah Noor dari Sekjen PBB, Yusril: Saya Sudah Mundur, Mana Bisa?

Nasional
Video Bule Sebut IKN 'Ibu Kota Koruptor Nepotisme' Diduga Direkam Dekat Proyek Kantor Pemkot Bogor Baru

Video Bule Sebut IKN "Ibu Kota Koruptor Nepotisme" Diduga Direkam Dekat Proyek Kantor Pemkot Bogor Baru

Nasional
Ahli Pidana: Bansos untuk “Korban” Judi Online Sama Saja Kasih Narkoba Gratis ke Pengguna…

Ahli Pidana: Bansos untuk “Korban” Judi Online Sama Saja Kasih Narkoba Gratis ke Pengguna…

Nasional
KPK Akan Gelar Shalat Idul Adha Berjamaah untuk Tahanan Kasus Korupsi

KPK Akan Gelar Shalat Idul Adha Berjamaah untuk Tahanan Kasus Korupsi

Nasional
Ahli Sebut Judi Online seperti Penyalahgunaan Narkoba, Pelakunya Jadi Korban Perbuatan Sendiri

Ahli Sebut Judi Online seperti Penyalahgunaan Narkoba, Pelakunya Jadi Korban Perbuatan Sendiri

Nasional
PBB Copot Afriansyah Noor dari Posisi Sekjen

PBB Copot Afriansyah Noor dari Posisi Sekjen

Nasional
Anies, JK, hingga Sandiaga Nonton Bareng Film LAFRAN yang Kisahkan Pendiri HMI

Anies, JK, hingga Sandiaga Nonton Bareng Film LAFRAN yang Kisahkan Pendiri HMI

Nasional
Respons KPK Soal Harun Masiku Nyaris Tertangkap pada 2021

Respons KPK Soal Harun Masiku Nyaris Tertangkap pada 2021

Nasional
55.000 Jemaah Haji Indonesia Ikuti Murur di Muzdalifah Usai Wukuf

55.000 Jemaah Haji Indonesia Ikuti Murur di Muzdalifah Usai Wukuf

Nasional
Anggota Komisi I DPR Dukung Kemenkominfo Ancam Blokir X/Twitter karena Izinkan Konten Porno

Anggota Komisi I DPR Dukung Kemenkominfo Ancam Blokir X/Twitter karena Izinkan Konten Porno

Nasional
Sindir Wacana Bansos untuk Penjudi Online, Kriminolog: Sekalian Saja Kasih Koruptor yang Dimiskinkan...

Sindir Wacana Bansos untuk Penjudi Online, Kriminolog: Sekalian Saja Kasih Koruptor yang Dimiskinkan...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com