Jakarta, Kompas
Antasari memang telah divonis bersalah karena dianggap terlibat dalam pembunuhan Nasrudin, Direktur PT Rajawali Putra Banjaran. Persidangan menganggap buktinya berupa SMS gelap yang bernada ancaman. Namun, Antasari bersikukuh tidak mengirim SMS gelap itu dan telah membuat laporan ke Polri dengan nomor LP/555/VIII/2011/Bareskrim pada tanggal 25 Agustus 2011.
Karena laporannya belum juga dituntaskan, Antasari pun menggugat pra-peradilan Polri di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Namun, hakim tunggal, Didiek Setyo Handono, Jumat (14/6), menyatakan, gugatan Antasari itu tidak dapat diterima.
Dalam pertimbangan hukumnya, hakim mengatakan, Polri belum mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan atas kasus SMS gelap. Penyidikan lambat karena alat bukti berupa telepon seluler Nokia Communicator tipe E90 warna hitam milik Nasrudin diduga masih dipegang jaksa penuntut umum Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.
Antasari menyatakan menerima putusan hakim itu. ”Jadi, sebetulnya ini sejalan dengan permohonan kami karena belum dihentikan. Maka, kewajiban penyidik melanjutkan penyidikan dan kami akan mengikuti prosesnya itu,” katanya seusai pembacaan putusan.
”Ya, pada intinya, dengan gugatan pra-peradilan ini, kami kan ingin mengetahui pendalaman dari penyidikan untuk mengungkap SMS gelap itu telah sejauh mana,” kata kuasa hukum Antasari, Kurniawan Adi Nugroho.
Praktisi hukum Taufik Basari pun menyarankan Antasari tidak bersandar kepada kepolisian untuk dapat membongkar kasus ini. Antasari harus menyiapkan kartu truf yang dapat menunjukkan bahwa SMS itu rekayasa dan dukungan publik setelah tersadar adanya rekayasa. Kemudian, Antasari harus mampu ”memojokkan” kepolisian sehingga mereka tidak punya pilihan lain selain memproses temuan yang diajukan Antasari.
Taufik sangat menyayangkan gugatan pra-peradilan itu. Menurut dia, Antasari tidak mampu memanfaatkan panggung yang tersedia untuk mengungkap adanya rekayasa.