Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bukti Pemerintah Kurang Antisipatif

Kompas.com - 11/06/2013, 03:27 WIB

JAKARTA, KOMPAS - Tewasnya seorang warga negara Indonesia dalam kekacauan di luar Konsulat Jenderal RI di Jeddah, Arab Saudi, Minggu (9/6), memperlihatkan kurangnya antisipasi pemerintah. Kerusuhan itu terjadi di tengah rasa frustrasi ribuan WNI di Arab Saudi yang mengantre selama berjam-jam untuk mengurus dokumen imigrasi.

Anggota Komisi I DPR dari Fraksi PDI-P, Andreas Hugo Pareira, menilai, kerusuhan tersebut memperlihatkan pelayanan dan perlindungan pemerintah terhadap WNI di luar negeri perlu diperbaiki.

”Pemerintah harus mengambil tindakan. Karena hal ini menyangkut lintas kementerian dan lembaga, Presiden seharusnya turun tangan menugaskan Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat untuk mengatasi masalah ini,” kata Andreas, Senin (10/6).

Secara terpisah, Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah menilai, pemerintah kurang antisipatif menghadapi ribuan WNI yang mengantre di bawah terik matahari.

”Mereka terpaksa berjemur tanpa ada pelindung panas seperti tenda, air minum, dan tim medis yang siap melayani. Kami menerima informasi mengenai situasi tersebut. Hampir setiap hari ada yang pingsan karena berdesakan dalam haus, lapar, dan panas,” kata Anis.

Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa yang berada di Sydney, Australia, membenarkan, satu orang tewas dalam insiden itu. Menurut Marty, kericuhan terjadi karena jumlah tenaga kerja Indonesia dan WNI yang datang mengurus dokumen pada hari itu membeludak, jauh di atas kemampuan petugas.

Amnesti

Jumlah WNI yang mengurus dokumen imigrasi melonjak menyusul kebijakan Pemerintah Arab Saudi memberikan amnesti bagi warga negara asing yang melanggar izin imigrasi. Amnesti yang diberikan pada 11 Mei-3 Juli itu memungkinkan pelanggar meninggalkan Arab Saudi tanpa denda atau hukuman penjara.

Kebijakan ini dimanfaatkan WNI yang melampaui izin tinggal, pekerja ilegal, atau pekerja migran yang kehilangan paspor karena kabur dari majikan karena berbagai sebab.

Menurut Marty, KBRI Riyadh dan KJRI Jeddah membuka layanan penerbitan surat perjalanan laksana paspor sejak 18 Mei. Karena cuaca semakin panas, mencapai 45 derajat celsius, waktu pengurusan dokumen pun sudah digeser dari pagi hingga siang menjadi sore hingga dini hari.

Menurut Marty, pemerintah telah mengantisipasi dengan menambah petugas, baik dari Jakarta maupun dari staf lokal di Jeddah. Dengan tambahan ini, KJRI mampu menyelesaikan hingga 6.000 dokumen per hari.

”Namun, saat kejadian, jumlah pemohon dokumen melonjak hingga 12.000 orang,” ujarnya.

Hingga Sabtu (8/6), jumlah WNI yang mendaftar mencapai 48.260 orang. Dari jumlah itu, sebanyak 12.877 dokumen sudah diserahkan kepada pemohon.

Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar, seusai rapat kerja dengan Komisi IX DPR di Jakarta, meminta para pemohon dokumen di Jeddah untuk tetap tertib dan tidak terpancing provokasi.

Menurut Muhaimin, pemerintah sudah mengantisipasi pelayanan dokumen untuk 100.000 WNI yang bermasalah di Arab Saudi dengan menambah jumlah personel.

Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri Tatang Budi Razak yang berada Jeddah mengatakan, korban tewas bernama Marwah binti Hasan (58) asal Bangkalan, Madura.

Marwah meninggal karena kelelahan mengantre dan berdesakan di bawah terik matahari. Korban sempat dibawa masuk gedung KJRI bersama anak perempuannya. ”Namun, sudah terlambat dan korban meninggal. Saat itu anak perempuannya mendampingi,” ujar Tatang.

Kericuhan terjadi pada Minggu sekitar pukul 17.00. Para pengantre yang tak sabar saling dorong dan mencoba menjebol gerbang. ”Saat itu, polisi Arab Saudi yang berjaga di konsulat hanya 30 orang. Mereka meminta kami menutup gerbang,” ujar Tatang.

Karena jumlah pendaftar tak bisa tertangani, dan massa semakin tidak tertib, KJRI menghentikan pelayanan setelah berkonsultasi dengan polisi Arab Saudi. ”Kami sampaikan, pelayanan baru dibuka lagi jika para pengantre kembali tertib,” ujar Tatang.

Namun, massa yang kelelahan malah marah dan mulai melempari gedung KJRI dengan batu. Beberapa dari mereka membakar pembatas jalan yang terbuat dari plastik di luar gedung.

Seorang petugas keamanan KJRI, Mustafa (25), mengalami luak serius karena dipukuli massa dan dilarikan ke rumah sakit. ”Insiden itu seharusnya tidak perlu terjadi. Masih ada waktu hingga 3 Juli,” ujar Tatang.

Sejumlah TKI, seperti dikutip situs Arab News, mengaku kecewa dengan pelayanan KJRI. ”Masalah sudah muncul sejak saya datang dua hari lalu. Pihak konsulat tidak bisa mengatur antrean. Kemarin, saya terluka karena jatuh terinjak,” ujar seorang TKW yang tidak mau menyebutkan namanya.

Seorang TKI pria yang bekerja sebagai buruh bangunan mengaku kecewa dengan kejadian tersebut. ”Saya cuma ingin pulang ke Tanah Air,” ujarnya.

Andreas mengusulkan agar petugas KJRI Jeddah diperbanyak sehingga proporsional dengan banyaknya WNI yang dilayani. Selain itu, diversifikasi pelayanan tidak terpusat di Jeddah, tetapi dapat dilayani di kota-kota lain. Terakhir, adanya pendataan yang lebih baik bagi WNI di luar negeri. (AFP/DWA/Ham/Why)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com