Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Pilu Kesetiaan Komisaris Legimo

Kompas.com - 01/06/2013, 03:37 WIB

Maret 2011, kesetiaan Komisaris Legimo kepada atasannya yang saat itu menjabat Kepala Korps Lalu Lintas Polri Inspektur Jenderal Djoko Susilo benar-benar tengah diuji. Ia yang telah lama menjadi orang kepercayaan atasannya menerima perlakuan yang tak mengenakkan gara-gara masalah uang.

Gara-gara telat menyerahkan uang, Legimo ditabok Djoko, sesuatu yang bagi orang Jawa sangat menghinakan. Namun, kali ini memang bukan masalah uang kecil. Tabokan itu, menurut Legimo, bernilai empat kardus besar. Dalam versi jaksa KPK, empat kardus itu berisi Rp 30 miliar. Itulah pengakuan Legimo saat bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Jumat (31/5).

”Saya dimarahin, disuruh jungkir, tetapi saya tak laksanakan karena buru-buru ke ruangan saya. (Akhirnya) saya digampar, saya tetap berjalan ke ruang kerja saya,” kata Legimo saat bersaksi di sidang, dengan terdakwa bekas atasannya, yang dipimpin ketua majelis hakim Suhartoyo.

Kisah itu muncul ketika hakim anggota Anwar menanyakan pemberian perusahaan rekanan kepada terdakwa lewat Legimo selaku Bendahara Korlantas waktu itu. Legimo mengisahkan pemberian dari PT Citra Mandiri Metalindo Abadi milik Budi Susanto. Dalam dakwaan jaksa, pemberian itu dilakukan pada Maret 2011 setelah Budi mencairkan dana proyek simulator berkendara Rp 48 miliar.

Empat kardus tersebut lebih besar dibandingkan satu kardus berisi Rp 4 miliar pada April 2011, pemberian dari Budi Susanto juga. ”Saya diberi tahu (terdakwa) jam 3 sore. Kata beliau, Pak, nanti ada titipan jangan pulang dulu,” ujar Legimo.

Uang empat kardus diantar staf Budi, yaitu Wahyudi dan rekan-rekannya. ”Akhirnya saya simpan di ruangan kerja. Saya panggil staf saya untuk piket di ruangan nungguin empat kardus. Untuk penyerahannya, sore harinya beliau (terdakwa) panggil saya, katanya jangan pulang dulu, saya bilang siap,” katanya.

Namun, sore itu dia harus menemani istrinya yang operasi payudara. Karena itu, ia pulang ke Bekasi. Namun, sesampainya di rumah ia dipanggil ke kantor oleh Kepala Korlantas untuk penyerahan uang. Sampai di Korlantas, terdakwa sudah menunggu dan langsung marah-marah.

Akhirnya, uang dibawa para asisten pribadi dan dimasukkan ke dua mobil untuk dibawa ke suatu tempat. Dalam perjalanan, Djoko sempat menelepon Legimo. ”Beliau sampai di Pancoran telepon, bilang maaf tadi emosi. Saya bilang enggak apa-apa, Pak. Itu memang kejadian tabokan dengan nilai besar,” kata Legimo.

Selama menjadi bendahara, Legimo pada 2009-2011 sering diperintahkan menerima uang dari rekanan. ”Kalau dalam satu tahun, secara rutin bisa empat kali terima,” katanya.

Uang itu digunakan untuk biaya operasional Korlantas karena banyak kegiatan yang tak terpenuhi dari APBN. ”Beberapa yang tak didukung APBN pastinya duitnya dari mana? Memang ada kegiatan, tetapi tak ada dukungan negara,” kata Legimo.

Lalu bagaimana jika uang dari rekanan habis? Legimo mengatakan, dirinya diperintahkan terdakwa untuk pinjam di Primer Koperasi Kepolisian (Primkoppol) yang diketuai Ajun Komisaris Besar Teddy Rusmawan. Dalam struktur Primkoppol, Djoko Susilo menjabat sebagai pembina.

Total uang yang dipinjam untuk kepentingan komando mencapai Rp 12 miliar. Permintaan pinjaman itu biasanya disampaikan secara lisan kepada Legimo, lalu dia menghubungi Teddy.

Dalam sidang sebelumnya, Teddy mengatakan, memang sudah tradisi Primkoppol digunakan sebagai back up komando. Misalnya, Teddy menyebutkan untuk keperluan ”back up Kapolri” dalam sidang sebelumnya.

Namun, naas bagi Legimo. Menurut versi Legimo, terdakwa tak mau bertanggung jawab ketika akan meninggalkan Korlantas. ”Pada saat beliau akan pindah ke Semarang, saya dengan Bendahara Primkoppol dan Ketua Primkoppol dipanggil, beliau jawab (soal utang) itu tanggung jawab Legimo,” kata Legimo. ”Pak, dengan nilai sebesar itu untuk apa bagi saya? Karena ini juga untuk kepentingan komando,” jawab Legimo saat itu.

Legimo sempat diperkarakan karena dianggap memalsukan tanda tangan terkait proyek simulator berkendara. Dalam sidang, Legimo mengakui pernah diperintah Kepala Korlantas untuk tanda tangan. ”Itu bukan inisiatif saya, tetapi perintah Kepala Korlantas,” kata Legimo.(Amir Sodikin)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com