Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Keluarga Korban Inginkan Pengadilan HAM Ad Hoc

Kompas.com - 14/05/2013, 02:37 WIB

Jakarta, Kompas - Keluarga korban tragedi Mei 1998 menuntut digelarnya Pengadilan Hak Asasi Manusia Ad Hoc untuk mengusut tuntas kematian anggota keluarga mereka. Tuntutan itu dilayangkan bersama desakan kepada Presiden, DPR, dan Jaksa Agung untuk melakukan penyidikan kasus pelanggaran HAM.

Hal itu mengemuka dalam aksi mengenang tragedi 15 tahun reformasi di Mal Klender dan beberapa pemakaman umum di Jakarta Timur, Senin (13/5). Kepala Divisi Pemantauan Impunitas Kontras Putri Kanesia mengatakan, ”Mal Klender kami pilih karena di sanalah tempat kejadian 15 tahun lalu. Kami juga melakukan ziarah kubur yang terpusat di TPU Pondok Rangon karena terdapat ratusan makam korban.”

Salah satu keluarga korban Mal Klender yang turut dalam aksi adalah Murni, ibu rumah tangga dengan tujuh anak. Anak ketiganya, Agung Tripurnawan bin Walino, menjadi korban di Mal Klender. Murni menyayangkan pengusutan kasus kematian putranya yang hingga saat ini tidak mendapatkan kejelasan.

Keprihatinan serupa disampaikan Sumarsih, ibu BR Norma Irmawan atau Wawan, mahasiswa Atma Jaya yang tewas dalam peristiwa Semanggi I. Ia berharap ada perhatian dari pemerintah atas pelanggaran HAM yang terjadi 15 tahun lalu. ”Tuntutan kami tidak muluk-muluk hingga ke pengadilan HAM internasional. Kami hanya ingin masalah ini dibawa ke Pengadilan HAM Ad Hoc sesuai dengan ketentuan dalam UU No 26/2000 tentang Pengadilan HAM,” ucapnya.

Mengenang reformasi, di Kampus Trisakti, Jakarta, kemarin, bendera merah putih dikibarkan setengah tiang untuk mengenang empat mahasiswa Trisakti yang tewas dalam aksi 15 tahun lalu. Mereka adalah Elang Mulia Lesmana, Hafidin Royan, Hendriawan Sie, dan Heri Hartanto.

Wakil Presiden Mahasiswa Universitas Trisakti Mahesa Satadini Husain menilai, proses hukum atas tewasnya empat mahasiswa Trisakti itu berjalan sangat lamban. Mahesa berjanji untuk terus bersuara demi tegaknya supremasi hukum sebagaimana menjadi agenda reformasi 1998.

”Kami tetap optimistis bahwa proses ini nantinya akan mendapatkan hasil. Kami berharap kepada pihak-pihak terkait seperti DPR, Komnas HAM, dan Kejaksaan Agung untuk berperan maksimal,” kata Mahesa.

Sementara itu, komisioner Komisi Nasional HAM, Nur Kholis, mengungkapkan, hasil penyelidikan pelanggaran HAM tahun 1998 yang diserahkan ke Jaksa Agung menunjukkan adanya pelanggaran HAM berat. Tidak hanya laporan, pertemuan dengan Jaksa Agung pun dilakukan beberapa kali.

”(Jaksa Agung) sangat lambat. (Hasil penyelidikan) ini, kan, menurut kami sudah memadai untuk ditindaklanjuti ke penyidikan,” ujar Kholis.

Eksponen mahasiswa 1998 seperti John Muhammad, Edwin Partogi, dan Usman Hamid mengemukakan, fakta kerusuhan Mei cenderung dikaburkan agar masyarakat cepat melupakan dan memberikan ruang kepada elite politik yang sebenarnya terkait peristiwa sekitar Mei 1998. John berpendapat, pengetahuan masyarakat akan berpengaruh pada situasi saat ini. (K10/K07/EDN)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com