Jakarta, Kompas
Koalisi untuk Akuntabilitas Keuangan Negara, Minggu (5/5), di Jakarta, menilai, penurunan fungsi pengawasan anggaran menjelang pemilu terutama terjadi pada pembahasan anggaran di DPR dan penggunaannya pada kementerian dan lembaga. Koalisi yang terdiri atas sejumlah lembaga swadaya masyarakat, antara lain Komite Pemilih Indonesia (Tepi), Transparency International Indonesia (TII), Indonesia Budget Center (IBC), Pattiro, dan Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia, menyatakan, pembajakan anggaran dan fasilitas negara rawan disalahgunakan untuk kepentingan Pemilu 2014.
Kekhawatiran ini meningkat mengingat sejumlah kasus korupsi yang melibatkan anggota DPR periode 2004-2009 terkait fungsi pengawasan anggaran. Kasus-kasus itu antara lain korupsi Dana Percepatan Infrastruktur Daerah, kasus wisma atlet SEA Games, proyek Hambalang, pengadaan sarana dan prasarana di universitas, anggaran PON
Sri Nilawati dari IBC mengatakan, menteri yang menjadi calon anggota legislatif juga membutuhkan modal untuk kampanye. Hal ini membuat pengawasan anggaran di kementerian menjadi penting. ”Modal kampanye tidaklah kecil, sekitar Rp 6 miliar per caleg DPR,” katanya.
Jeirry Sumampow dari Tepi memprediksi, setelah daftar caleg tetap (DCT) resmi dikeluarkan, akan banyak anggota DPR datang ke daerah pemilihan (dapil) dengan menggunakan anggaran dari departemen yang terkait komisi masing-masing. ”Kami sudah melihat ini, pengalaman dalam pemilu sebelumnya bakal terjadi lagi. Setelah DCT ditetapkan, banyak anggota DPR yang kembali mencalonkan diri, datang ke dapil dengan anggaran departemen. Itu, kan, anggaran negara, tetapi masyarakat akan mengira itu dana mereka,” kata Jeirry.
Sementara Koordinator Program TII Ibrahim Fahmy Badoh mengatakan, DPR sebenarnya punya Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN), tetapi lembaga ini tak pernah mengawasi kinerja anggota DPR. ”Padahal, BAKN adalah lembaga yang didirikan untuk menegaskan fungsi pengawasan DPR. Buat apa ada BAKN, tetapi anggota DPR tak bisa diawasi,” ujarnya.
Ada beberapa faktor yang membuat pengawasan anggaran oleh DPR menjadi lemah menjelang pemilu, antara lain pembahasan yang kurang transparan, kuatnya politik transaksional, dan DPR lebih fokus mencari modal kampanye. ”Tercatat hampir 90 persen anggota DPR maju lagi dalam Pemilu 2014. Sebagian besar dari mereka akan fokus pada pencarian dana kampanye dibandingkan bekerja dengan baik menjelang akhir jabatan,” ucap Sri.