Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Biaya Menjadi Caleg Makin Mahal

Kompas.com - 23/04/2013, 02:01 WIB

Jakarta, Kompas - Biaya yang harus dikeluarkan setiap calon anggota legislatif pada Pemilu 2014 diyakini akan lebih membengkak dibandingkan pada Pemilu 2009. Biaya tersebut bahkan bisa lebih besar dibandingkan pendapatan resmi yang sah anggota DPR selama lima tahun menjabat.

”Sistem pemilihan langsung dengan suara terbanyak dan masa kampanye yang panjang membuat setiap caleg yang serius harus menyiapkan minimal Rp 1 miliar. Lain cerita kalau caleg itu hanya ingin iseng-iseng berhadiah,” kata Bambang Soesatyo, anggota DPR dari Partai Golkar, Senin (22/4), di Jakarta.

Biaya Rp 1 miliar tersebut, menurut Bambang, antara lain untuk membuat alat peraga seperti baliho, spanduk, umbul-umbul, dan kaus. Untuk membuat dan memasang sebuah baliho berukuran sekitar 3 x 4 meter butuh lebih dari Rp 500.000. Padahal, seorang caleg bisa membuat hingga seratus baliho.

Biaya lainnya adalah untuk transportasi ke daerah pemilihan, sosialisasi seperti pertemuan dengan kader atau konstituen, dan honor saksi di tempat pemungutan suara (TPS). Honor setiap saksi minimal Rp 50.000. ”Di setiap daerah pemilihan ada 5.000-10.000 TPS, dan setiap TPS biasanya terdapat dua saksi. Satu saksi duduk di area TPS, satu lainnya di luar TPS dengan tugas mengawasi dan menggiring konstituen agar tak diganggu lawan,” kata Bambang.

Sebagian besar honor saksi, lanjut Bambang, biasanya ditanggung caleg DPR, sedangkan caleg DPRD I dan II bertugas mencari orang yang menjadi saksi.

Saleh Husin, Ketua DPP Partai Hati Nurani Rakyat, yang pada Pemilu 2014 akan bertarung di daerah pemilihan Nusa Tenggara Timur II, meski menolak menyebut angkanya, memastikan biaya Pemilu 2014 akan lebih besar daripada Pemilu 2009. Itu karena harga atribut dan biaya transportasi juga sudah lebih mahal.

Trimedya Panjaitan dari PDI-P menyiapkan Rp 1,5 miliar untuk Pemilu 2014, lebih kecil daripada Pemilu 2009 yang besarnya Rp 2 miliar. ”Tahun 2009, saya memasang iklan di media massa lokal selama satu bulan, setiap tampil lebih dari Rp 5 juta. Saya juga membuat pertandingan sepak bola dan menyewa konsultan. Namun, semua itu tidak saya pakai lagi pada pemilu mendatang,” ucapnya.

Trimedya menurunkan biaya karena sejak Pemilu 2004 sudah bertarung di daerah pemilihan Sumatera Utara II. ”Saya sudah punya jaringan di Sumut II dan akan lebih giat turun menyapa konstituen. Dari 19 kota/kabupaten di daerah pemilihan itu, saya konsentrasi di tujuh kota/kabupaten saja. Daerah lain diisi oleh rekan satu partai, yaitu Yasonna H Laoly,” katanya.

Ruhut Sitompul dari Partai Demokrat memakai trik untuk menekan biaya, antara lain rajin datang ke pesta perkawinan hingga melayat. ”Aku datang ke pernikahan, maka misalnya 500 orang yang hadir di pesta itu pasti pilih aku,” katanya.

Namun, anggaran rata-rata yang harus disediakan caleg pada Pemilu 2014 diperkirakan setidaknya Rp 2 miliar. Padahal, gaji bersih anggota DPR setiap bulan sekitar Rp 30 juta, atau Rp 1,8 miliar untuk lima tahun.

Ketua Nasional Masyarakat Pers Pemantau Pemilihan Umum (Mappilu) Putu Artha sebelumnya di Palangkaraya, Kalimantan Tengah, mengatakan, masyarakat masih tergiur oleh politik uang sehingga anggaran negara banyak disalahgunakan. ”Tidak ada cerita kualitas demokrasi tapi siapa yang bisa membayar. Demokrasi bermartabat masih jauh dari harapan,” ucapnya.

Bayangkan saja, caleg kabupaten/kota harus merogoh Rp 100-Rp 500 juta, caleg provinsi Rp 500 juta-Rp 1 miliar, dan caleg pusat Rp 1 miliar-Rp 5 miliar. (NWO/BAY)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com