Penelitian tersebut sebagai bahan evaluasi pesawat buatan negaranya yang baru sebulan mendapat izin dari Direktorat Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan. Namun, pesawat mendarat di perairan, yang berlokasi di ujung barat landasan Bandar Udara (Bandara) Internasional Ngurah Rai, Sabtu pekan lalu.
General Manager PT Angkasa Pura I Ngurah Rai Purwanto menjelaskan, tim National Transportation Safety Board (NTSB) dan Boeing Company yang berjumlah sembilan orang itu mendapat hak mengevaluasi secara langsung. ”Ini sudah ada dalam perjanjian protokol internasional. Rabu (ini), mereka pulang,” kata Purwanto, Selasa (16/4) malam.
Evakuasi pesawat masih dilakukan perlahan hingga dua hari ke depan. Kami berusaha secepatnya membersihkan badan pesawat ini dengan memotong menjadi lima bagian, lalu diangkat masuk ke area bandara,” kata Purwanto.
Gubernur Bali Made Mangku Pastika mengaku prihatin dengan kecelakaan tersebut dan berharap segera terungkap penyebabnya. Ia optimistis hal itu tak akan mengganggu citra pariwisata Bali maupun Indonesia.
”Saya yakin ini murni kecelakaan, jadi optimistis tetap baik iklim pariwisata,” kata Pastika.
Dalam diskusi penerbangan di Kementerian Perdagangan, Jakarta, pengamat penerbangan Chappy Hakim mengatakan, perkembangan bisnis penerbangan tidak disertai peningkatan pelayanan konsumen. Pembangunan infrastruktur penerbangan stagnan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia minim. ”Celah ini yang memberi peluang terjadinya kecelakaan,” katanya.
Bahkan, sampai saat ini Indonesia masih masuk dalam kategori II penilaian Badan Penerbangan Sipil Federal Amerika Serikat. Artinya, penerbangan di Indonesia masih tidak aman. Oleh karena itu, peningkatan keselamatan penerbangan harus menjadi prioritas.
Direktur Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen Kementerian Perdagangan Nus Nuzulia Ishak menambahkan, perang tarif antarmaskapai perlu diawasi. ”Tarif murah semakin banyak, tetapi tarif murah ini jangan sampai menghilangkan sisi keselamatan dan merugikan konsumen,” kata Nus.(AYS/DEN)