Jakarta, Kompas -
Eddy dihadirkan sebagai ahli yang meringankan terdakwa dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (15/4), untuk dua terdakwa dari kontraktor pelaksana bioremediasi, yaitu Direktur PT Sumigita Jaya Herlan bin Ompo dan Direktur PT Green Planet Indonesia Ricksy Prematuri. Sidang dipimpin Ketua Majelis Hakim Sudharmawatiningsih.
Penasihat hukum Herlan, Dedy Kurniadi, menanyakan siapa saja yang berhak menjadi seorang ahli. ”Siapa yang boleh menjadi ahli ini menyangkut kapasitas intelektual. Obyektivitas ahli penting, ahli harus netral, tidak boleh terlibat dalam perkara yang disidangkan, ahli juga tak boleh menyimpulkan bersalah atau tidak,” papar Eddy.
Walaupun keterangan Eddy tak dikaitkan langsung dengan fakta konkret, pertanyaan penasihat hukum itu dilandasi kejengkelan para terdakwa terhadap ahli yang pernah dihadirkan di persidangan, yaitu Edison Effendi. Edison adalah ahli yang direkrut Kejaksaan Agung di tingkat penyidikan untuk menyusun dakwaan dan digunakan sebagai ahli di persidangan.
Keberadaan ahli Edison pernah diprotes penasihat hukum terdakwa dan ketika itu salah seorang penasihat hukum Herlan, Hotma Sitompoel, memilih keluar dari persidangan. ”Dalam hal ahli melakukan uji, misalnya mikrobia, tetapi tak mengikuti standar yang berlaku, bagaimana menyikapinya?” tanya Dedy Kurniadi. ”Dia menjadi tidak sahih sehingga tak bisa dipertimbangkan sebagai alat bukti,” jawab Eddy.
Penasihat hukum bertanya dapatkah penegakan hukum pidana itu didahulukan dibandingkan penegakan hukum lain, misalnya perdata? ”Sejak lahirnya hukum pidana itu sudah berfungsi sebagai sarana paling akhir yang digunakan jika instrumen penegakan hukum lain tak berfungsi,” jawab Eddy.(AMR)