Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rangkap Jabatan Langgar Etika

Kompas.com - 04/04/2013, 02:38 WIB

Jakarta, Kompas - Kesediaan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono merangkap sebagai Ketua Umum Partai Demokrat sesungguhnya telah melanggar etika politik.

Presiden merupakan kepala negara dan kepala pemerintahan yang semestinya mengutamakan kepentingan bangsa dan negara serta berdiri di atas semua organisasi politik, sosial, dan kemasyarakatan.

Demikian sikap Constitution Centre Adnan Buyung Nasution (Concern ABN), sebagaimana disampaikan pendiri sekaligus Direktur Concern ABN, Adnan Buyung Nasution, di Jakarta, Rabu (3/4). Hadir pula beberapa pendiri Concern ABN, yaitu Mohamad Laica Marzuki, Ray Rangkuti, dan Ali Nurdin.

Seperti diketahui, Kongres Luar Biasa Partai Demokrat di Bali, dua pekan lalu, memilih Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Ketua Umum Partai Demokrat. Padahal, Yudhoyono adalah Presiden RI yang dipilih rakyat secara langsung pada Pemilu 2004 dan 2009.

Adnan mengatakan, hingga kini memang belum ada undang-undang yang secara tersurat melarang presiden merangkap jabatan sebagai ketua umum partai politik. Namun, hukum sebenarnya bukan hanya aturan tertulis, melainkan juga mencakup nilai-nilai moral tidak tertulis yang justru melandasi aturan itu. Salah satunya, secara etika politik, presiden adalah kepala negara dan kepala pemerintahan.

”Presiden Yudhoyono telah melanggar etika politik dan memberikan contoh negarawan yang buruk. Ini merupakan kemunduran bagi demokrasi Indonesia. Kami akan mengirimkan surat peringatan kepada Presiden,” katanya.

Mohamad Laica Marzuki mengatakan, presiden merupakan jabatan eksekutif puncak di negara dengan sistem presidensial seperti Indonesia. Hal ini merupakan amanat rakyat lewat pemilu langsung. Semestinya Yudhoyono menghargai jabatan ini dengan tidak merangkap sebagai ketua umum partai politik.

”Presiden merangkap jabatan ketua umum partai itu melanggar etika politik. Kalau tetap mau menjadi presiden, semestinya Yudhoyono melepaskan jabatan di partai. Kalau tidak, jabatan presiden jadi kehilangan makna,” tuturnya.

Ray Rangkuti menyampaikan, perangkapan jabatan presiden sekaligus ketua umum partai merupakan pelanggaran etika demokrasi. Apalagi,

Yudhoyono merangkap empat jabatan sekaligus, yaitu Ketua Umum, Ketua Dewan Pembina, Ketua Majelis Tinggi, dan Ketua Dewan Kehormatan Partai Demokrat. Hal ini menyalahi aturan partai politik yang berprinsip demokratis, partisipatif, dan memberikan pendidikan politik bagi masyarakat.

”Presiden Yudhoyono semestinya belajar kepada Sekjen Partai Golkar Idrus Marham dan Presiden Partai Keadilan Sejahtera Anis Matta,” kata Ray. (IAM)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com