Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Revisi UU Pilpres Tak Terkait Kepentingan Rakyat

Kompas.com - 27/03/2013, 04:14 WIB
Sandro Gatra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 42 tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dinilai tidak berkaitan dengan kepentingan rakyat. Untuk itu, UU Pilpres dinilai tak perlu direvisi.

Hal itu merupakan pandangan mini Fraksi Partai Demokrat dan Partai Golkar terkait revisi UU Pilpres yang disampaikan dalam rapat pleno Badan Legislatif (Baleg) Dewan Perwakilan Rakyat di Gedung Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (26/3/2013).

Anggota Baleg dari Fraksi Demokrat Subiakto mengatakan, pihaknya tetap konsisten berpandangan menunda pembahasan RUU Pilpres. Pihaknya menilai, UU Pilpres masih relevan digunakan dalam Pilpres 2014. Jika direvisi, kata dia, hanya akan mengakomodasi politik praktis.

Terkait isu yang paling disorot, yakni mengenai ambang batas pengusungan capres-cawapres, Subiakto mengatakan, ambang batas saat ini tak perlu diubah. Ambang batas tersebut, yakni 20 persen perolehan suara kursi DPR atau 25 persen perolehan suara sah nasional. "Angka ini sudah cukup toleran," ucapnya.

Adapun mengenai masalah lain yang bersifat teknis seperti pemberian suara dengan mencontreng atau mencoblos, katanya, cukup diatur dalam peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Sementara Anggota Baleg dari Fraksi Golkar Ali Wongso Sinaga mengatakan, pihaknya menilai tidak ada urgensi untuk merevisi UU Pilpres. Ambang batas pengusungan capres-cawapres, kata dia, tak perlu diubah agar terjadi koalisi yang kuat. Ketika terpilih nanti, pemerintahan akan berjalan efektif.

"Golkar berpendapat bahwa UU Pilpres pada saat ini tidak tepat untuk diubah karena masih relevan untuk diterapkan pada Pilpres 2014. Hal-hal teknis bisa dipayungi dengan peraturan perundang-undangan di bawah UU," ucapnya.

Begitu juga dengan anggota Baleg dari Fraksi PAN Taslim Chaniago yang menyatakan menolak pembahasan revisi UU Pilpres lantaran akan menguras waktu dan tenaga serta dikhawatirkan mengganggu tahapan pemilu yang sudah ditetapkan.

Anggota Baleg dari Fraksi PKB Malik Haramain juga menyatakan hal senada. Dia menganggap tidak ada urgensinya untuk merubah UU Pilpres. Menurutnya, tidak baik jika UU Pilpres diubah-ubah setiap menjelang Pemilu.

Adapun terkait ambang batas pengusungan capres-cawapres, F-PKB berpendapat tak perlu diubah. "Tujuannya memastikan legitimasi politik kuat dan efektifitas pemerintahan," ucapnya.

Direvisi

Dalam rapat pleno, empat fraksi berpendapat UU Pilpres perlu direvisi. Fraksi tersebut, yakni PDI Perjuangan, Partai Keadilan Sejahtera, Partai Gerindra, dan Partai Hanura.

Anggota Baleg dari Fraksi PDI-P Honing Sanny mengatakan, pihaknya menilai perlu dilakukan revisi UU Pilpres. Salah satu hal yang perlu diatur dalam UU Pilpres, kata dia, yakni pengaturan mekanisme koalisi. "Supaya tidak amburadul seperti sekarang," ucap dia.

Fraksi Partai Gerindra dan Hanura menginginkan agar ambang batas pengusungan capres-cawapres diturunkan. Hanura meminta parpol yang lolos ambang batas parlemen 3,5 persen dapat mengusung pasangan capres-cawapres.

F-Gerindra dan Hanura beralasan dengan ambang batas rendah, banyak parpol yang bisa mengusung pasangan capres-cawapres sehingga banyak pilihan rakyat. "Dengan adanya pengetatan, peluang-peluang calon terbaik baik parpol maupun dari luar parpol sangat tertutup," ucap Martin Hutabarat dari Fraksi Gerindra.

Adapun Fraksi PPP memili sikap abstain. Dengan demikian, jumlah fraksi yang mendukung dengan menolak revisi UU Pilpres seimbang. Oleh karena itu, akan akan dilakukan forum lobi pada 4 April 2013. Setelah itu, akan dibawa ke rapat paripurna untuk diputuskan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com