JAKARTA, KOMPAS.com— Sidang perkara dugaan korupsi bioremediasi fiktif PT Chevron Pacific Indonesia (Chevron) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (25/3/2013), dengan terdakwa Direktur PT Green Planet Indonesia, Ricksy Prematuri, berlangsung sengit.
Hari itu, jaksa penuntut umum dari Kejaksaan Agung menghadirkan dua ahli, Edison Effendi dan Prayitno. Namun, kubu terdakwa meragukan independensi para ahli tersebut. Keduanya disebut sebagai ahli bioremediasi, tetapi penasihat hukum terdakwa menolak keberadaan ahli, terutama untuk Edison, karena dianggap tidak akan bisa independen.
Edison adalah ahli yang dipakai kejaksaan untuk mengambil sampel tanah tercemar minyak di areal Chevron. Perusahaan tempat Edison berada, menurut versi kubu terdakwa, dianggap pernah mengikuti tender beberapa kali di Chevron dan kalah, sehingga penasihat hukum menganggap Edison sebagai ahli tak akan bisa independen.
Hakim anggota, Sofialdi, menanyakan soal kedatangan ahli dalam pengambilan sampel tanah tercemar di area Chevron untuk kepentingan penyidikan oleh kejaksaan. "Saudara yang ambil sampel tanah tercemar?" tanya Sofialdi, yang dijawab tidak pernah.
Edison mengaku datang ke lokasi untuk memastikan pengambilan sampel sesuai dengan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No 128 Tahun 2003. Pengambilan titik sampel, menurut Edison, merupakan kesepakatan bersama dengan tenaga ahli Chevron.
"Saya tidak pernah perintahkan di mana diambil sampel, mereka yang ambil sampel," kata Edison.
Edison juga mengaku mengeluarkan produk bakteri pemakan minyak yang ia pasarkan. Bakteri itu pernah ditawarkan ke Chevron, tetapi ia mengaku yang menawarkan adalah perusahaan tempat ia jadi konsultan, bukan dirinya. "Dipakai enggak bakteri itu?" tanya Sofialdi. "Itu bukan urusan saya. Saya hanya menawarkan ke perusahaan Adi Mitra, saya tak tahu dijual ke mana," jawab Edison.
Sofialdi juga mencecar keterlibatan ahli dalam tender di Chevron. "Saya tak pernah ikut tender atau menjadi kuasa perusahaan manapun dan tak pernah ikut tender. Kalau di akta, tak ada nama saya," kata Edison yang disambut suara gaduh ruangan sidang.
"Saya tanya bukan secara akta, pernah tidak ikut tender atau menjadi kuasa tender?" tanya Sofialdi dengan nada tinggi. "Saya tak pernah," jawab Edison.
Penasihat hukum Ricksy Prematuri, Najib Ali Gisymar, langsung menyambar pertanyaan terakhir hakim Sofialdi. "Akan kami tunjukkan kalau ahli ini mewakili perusahaan tertentu dan pernah ikut tender," kata Najib.
Suasana sidang makin gaduh. Sudharmawatiningsih memanggil semua pihak untuk mendekat ke majelis guna melihat bukti yang diajukan Najib. Bukti yang dipegang Najib menyatakan, Edison pernah mewakili perusahaan CV Putra Riau Kemari yang mengikuti tender di Chevron dan kalah.
"Bahwa, orang ini tadi mengatakan..." kata Najib yang langsung dipotong Ketua Hakim Sudharmawatinignsih, "Penasihat hukum, ini ahli."
"Baik, ahli ini tadi ngotot berani menyatakan tak pernah ikut tender. Atas tantangan anggota Majelis Hakim, kami tunjukkan Edison Effendi adalah wakil CV Putra Riau Kemari," kata Najib dengan nada tinggi.
Edison mencoba memberikan klarifikasi dengan mengatakan ia hadir di situ sebagai konsultan CV Putra Riau Kemari, bukan sebagai pengusaha. "Saya sebagai konsultan saya akui, tapi saya bukan sebagai pengusaha," kata Edison.
Sidang berlansung sengit, Najib mengkritisi berbagai pernyataan ahli yang dirasa tidak sama dengan yang termaktub dalam Kepmen LH No 128 Tahun 2003. "Kami ini buta karena tak menemukan di Kepmen ini, tolong dibukakan mata kami, di mana kami bisa membacanya?" kata Najib menanggapi soal perbedaan pernyataan ahli dengan ketentuan Kepmen 128.