Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wangi Bunga Kampung Panyairan...

Kompas.com - 18/03/2013, 03:20 WIB

Menyebut kata ”Cihideung” kepada wisatawan yang datang ke Bandung pastilah bunga hias yang akan pertama kali mereka lontarkan. Desa Cihideung di Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung Barat, memang dikenal sebagai sentra tanaman hias. Kampung menjadi salah satu tujuan wisatawan setelah berbelanja dalam Kota Bandung.

Tak sulit mencapai Cihideung. Kampung ini bisa dijangkau dengan kendaraan roda empat dari Terminal Ledeng selepas Universitas Pendidikan Indonesia. Tak sampai 5 kilometer dari pertigaan Jalan Sersan Bajuri-Setiabudi, wisatawan sudah bisa menemui deretan lapak penjual bunga beraneka rupa dan warna.

Di tempat inilah wisatawan menikmati sajian berbelanja tanaman hias untuk dibawa pulang di tengah semilir angin pegunungan yang segar. Jika beruntung, panorama Gunung Tangkubanparahu dan Burangrang yang berdampingan bisa terlihat jelas dari Cihideung yang ada di kaki gunung.

Menurut Ketua Gabungan Kelompok Tani Tanaman Hias Kabupaten Bandung Barat Adil Hendra, sejarah Cihideung bisa ditarik mundur hingga tahun 1940-an. Pusat penjualan tanaman hias yang tersohor di Bandung ini bermula dari Kampung Panyairan yang menjual tanaman hias sebagai pendamping mata pencaharian utama berupa padi dan sayuran.

”Jalan Sersan Bajuri dulunya berupa setapak. Bunga dijual dengan cara dipikul ke Kota Bandung. Komoditas yang dijual masih tanaman lokal seperti bugenvil, kembang sepatu, atau alamanda,” ujar Adil, Jumat (15/3).

Tahun 1970-an keadaan terus membaik. Pada 1988, Yayasan Bunga Nusantara membina para petani dengan mengikutsertakan mereka dalam pameran bunga. Dari sinilah muncul pemasok bunga untuk acara kenegaraan. Tahun 1989, jalan setapak itu sudah diperlebar menjadi jalan aspal dan diresmikan Menteri Penerangan Harmoko.

Permintaan bunga hias meledak pada 1990-1997. Di Bandung saat itu sektor manufaktur tengah berjalan cepat, begitu pula properti. Setiap perumahan pasti membutuhkan dekorasi, dan di sanalah permintaan itu dipenuhi oleh sentra bunga Cihideung.

Namun, krisis moneter 1998 ikut memukul Cihideung. Para petani sempat terpaksa mengurangi produksi hingga separuhnya. Sempat membaik pada 1999, keadaan kembali muram tahun 2003-2005 akibat krisis Eropa.

”Sisi positifnya, kami menyesuaikan diri dengan mengalihkan dari komoditas tanaman pot ke bunga potong,” kata Adil.

Peralihan itu bukan tanpa alasan. Pada 2000 mulai bermunculan sentra-sentra tanaman hias berpot di daerah lain di Provinsi Jawa Barat seperti Kota Depok, Kabupaten Cianjur, ataupun Kabupaten Sukabumi.

Belakangan, warga Desa Cihideung sendiri bukan lagi penikmat dari makin tenarnya wilayah tersebut. Desa seluas 445 hektar kini kian sempit karena terdesak permukiman warga, termasuk perumahan mewah. Restoran ataupun tempat hiburan juga mulai bermunculan di sepanjang jalan.

”Hampir seluruh tanah di sini sudah dimiliki orang luar,” ujar Dedi Junaedi, buruh tani yang ditemui di RW 13.

Dedi ditemui saat sedang melepas mata tunas yang ditempelkan melalu metode okulasi. Tanah seluas 100 meter persegi yang digarapnya itu dipenuhi bungkusan polybag kecil berisi batang tanaman mawar seukuran jari kelingking.

Dahulu Dedi pemilik tanah yang dipakainya saat ini, tetapi kemudian dijual kepada seorang warga Kota Bandung. Kini dia kembali bekerja di sana sebagai buruh untuk menghasilkan mawar potong. Kondisi serupa juga terjadi pada warga Desa Cihideung lainnya, yang semula memiliki tanah lantas menjadi buruh.

”Coba tengok, sudah tidak banyak lagi tanah yang tersisa. Kalau tidak untuk permukiman, jadi restoran,” kata Nandang, petani lainnya.

Warga kini bekerja atau menyewa kepada pemilik tanah untuk dipakai sebagai pembibitan tanah.

Menurut Kepala Urusan Keuangan Desa Cihideung Cicah, penerima bantuan langsung tunai di desa itu mencapai 4.900 keluarga dari keseluruhan 13.978 keluarga. Meski kampung itu dikenal sebagai sentra agrowisata tanaman hias, masih banyak penduduknya tergolong miskin.

Adil menuturkan, konversi lahan ataupun peralihan kepemilikan tanah di Desa Cihideung merupakan imbas dari sohornya daerah ini pada tahun 1990-an. Wisatawan yang datang membeli bunga lantas tertarik dengan panorama dan mulai iseng bertanya mengenai harga tanah.

”Dengan penawaran Rp 100.000 per meter, penduduk sangat tergiur dengan nominal yang besar bagi mereka,” ujar Adil.

Peralihan kepemilikan memang tidak terlalu dirasakan karena pemilik terdahulu masih diperbolehkan menggarap tanah dengan skema kerja sama. Barulah selepas tahun 2000, satu per satu bidang tanah tersebut berubah menjadi fasilitas komersial seperti wahana permainan, perumahan mewah, dan restoran.

Akibat keterbatasan lahan, kini Desa Cihideung berubah menjadi tempat penjualan bunga, sementara tanaman dipasok dari 14 desa di sekitarnya.

Masalah inilah, ujar Adil, diharapkan bisa diatasi Pemerintah Kabupaten Bandung Barat. Tidak sekadar mempromosikan daerah sebagai sentra tanaman hias, pemerintah juga dituntut untuk mengemas kembali Cihideung agar memiliki ciri khas yang bisa mendatangkan wisatawan.

Masalah tersebut ternyata juga sudah disadari dinas kebudayaan dan pariwisata setempat. Pada 2013, instansi terkait sudah menyiapkan anggaran untuk rencana penataan kawasan Cihideung. Kepala Bidang Pembinaan Pengembangan Sarana Obyek Wisata Panji Hernawan mengatakan, penataan dimulai dengan analisis mengenai karakter Cihideung.

Salah satu skenario yang disiapkan adalah menggantikan peran pasar bunga Wastukancana di Kota Bandung yang perlahan tersisih oleh pembangunan. Panji yakin Cihideung mampu memenuhi permintaan karangan bunga ataupun tenaga-tenaga dekorator bunga.

Selain penataan, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bandung Barat juga sudah dua kali menggelar Festival Cihideung yang mengangkat budaya lokal sambil memperkenalkan komoditas tanaman hias kepada wisatawan. Cara tersebut terbilang efektif dan dipastikan bakal kembali diulangi tahun 2013 ini.

Dengan demikian, diharapkan wangi bunga yang dahulu ditebarkan dari Kampung Panyairan bisa kembali merebak.... (DIDIT PUTRA ERLANGGA RAHARDJO)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com