Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anas Sakit, DPD Teken Pakta Integritas

Kompas.com - 11/02/2013, 02:52 WIB

Bogor, Kompas - Para ketua Dewan Pimpinan Daerah Partai Demokrat se-Indonesia menandatangani pakta integritas di kediaman Susilo Bambang Yudhoyono di Puri Cikeas, Bogor, Jawa Barat, Minggu (10/2) malam. Lewat pakta itu, siapa pun kader yang melakukan korupsi harus siap menerima sanksi.

Penandatanganan pakta integritas didahului rapat antara Majelis Tinggi dan para ketua DPD Partai Demokrat se-Indonesia. Namun, Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum tidak hadir dalam rapat itu. ”Ketua umum yang juga wakil ketua Majelis Tinggi berhalangan hadir karena sakit. Kami undang dia, tetapi mengirim pesan berhalangan karena sakit,” kata Yudhoyono.

Selain Yudhoyono, para anggota Majelis Tinggi yang hadir ialah Toto Riyanto (Direktur Eksekutif Partai Demokrat), TB Silalahi (Sekretaris Dewan Kehormatan), Marzuki Alie (Wakil Ketua Dewan Pembina), Jero Wacik (Sekretaris Majelis Tinggi dan Sekretaris Dewan Pembina), Edhie Baskoro Yudhoyono (Sekjen DPP), Jhonny Allen (Wakil Ketua Umum DPP), dan Max Sopacua (Wakil Ketua Umum DPP).

Ada 10 poin yang tercantum dalam pakta integritas, antara lain janji untuk tidak melakukan korupsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. ”Saya siap terima sanksi jika tidak bersedia menandatangani pakta integritas,” kata Yudhoyono mengutip penutup pakta itu. Dalam kesempatan itu, ia juga membantah bahwa dirinya menomorduakan urusan pemerintahan. Ia menyatakan, sebagai presiden, memimpin bangsa dan negara selalu menjadi prioritas utama.

Dalam pertemuan Jumat malam pekan lalu, Yudhoyono memutuskan mengambil alih kendali Partai Demokrat. Semua keputusan partai dijalankan Majelis Tinggi yang diketuai Yudhoyono. Anas diminta berkonsentrasi pada kasus hukum yang diduga membelitnya.

Namun, Sabtu, Anas yang pergi ke Kabupaten Lebak, Banten, mengatakan, tidak ada pengambilalihan kewenangan. Seluruh struktur partai dari Majelis Tinggi, Dewan Pembina, dan DPP bekerja sesuai tugas dan kewenangan masing-masing. Tidak ada perpecahan di internal partai. Semua pengurus dan kader partai tetap utuh dan padu dalam memajukan serta membesarkan partai yang didirikan tahun 2001 tersebut.

”Jangan diadu-adu, Majelis Tinggi berperan. Di Majelis Tinggi itu ada Dewan Pembina, ada DPP, ada saya sebagai Wakil Ketua Majelis Tinggi, dan lain-lain. Kami bekerja, bersinergi, tidak teserpih-serpih, terbelah-belah. Kami bekerja dalam satu kekuatan yang utuh dan padu dalam memajukan dan membesarkan Demokrat. Tafsirnya begitu,” kata Anas sebelum menanam bibit kedelai di Desa Gunung Anten, Kecamatan Cimarga, dalam kunjungannya ke Kabupaten Lebak.

Mantan Ketua Umum PB HMI itu juga mengimbau seluruh jajaran pengurus Demokrat di daerah untuk terus menjaga kekompakan, soliditas, dan semangat satu keluarga. Para kader juga diharapkan dapat menjaga semangat Partai Demokrat sebagai keluarga yang utuh dan bersatu.

Dalam pidatonya, Anas meminta para kader untuk tetap menjaga optimisme. Pasalnya, optimisme merupakan energi mental yang penting dalam perjuangan politik. Dengan optimisme itulah seluruh tantangan dan ujian bisa dilewati, bahkan bisa mendorong Partai Demokrat untuk naik kelas.

Terkait pernyataan Yudhoyono untuk melupakan Pemilu 2014, Anas mengatakan, jangan ditafsirkan Partai Demokrat tidak berpikir untuk menang. Menurut dia, harus ada prioritas yang dilaksanakan partai. Pasalnya, untuk menuju kesuksesan pada Pemilu 2014 dibutuhkan tahapan-tahapan, langkah-langkah, dan ikhtiar.

Keputusan yang diambil Yudhoyono sebagai pengendali partai mendapat dukungan dari daerah. DPD Partai Demokrat Jawa Timur menyatakan tidak ada masalah dengan perubahan mekanisme partai melalui Majelis Tinggi yang dipimpin Yudhoyono. ”Prinsip dasarnya elemen partai di daerah masih berfungsi semua, hanya saja langsung dikoordinasi oleh Majelis Tinggi,” kata Ketua DPD Partai Demokrat Jatim Soekarwo, Sabtu malam.

DPD Gorontalo juga mendukung Yudhoyono. ”Apa pun kebijakan yang diambil Yudhoyono untuk perbaikan partai selalu kami dukung sepenuhnya,” ujar Ketua DPD Gorontalo Gusnar Ismail, Minggu. Kepatuhan terhadap putusan Majelis Tinggi disampaikan daerah seperti DPD Jawa Tengah, DPC Merauke, DPC Jember, dan DPC Solo. DPD Jateng menindaklanjuti kebijakan itu dengan minta kader menandatangani pakta integritas.

Namun, Ketua Dewan Pimpinan Cabang Partai Demokrat Cilacap Tridianto mengatakan, langkah Ketua Majelis Tinggi dinilai menabrak konstitusi partai. Dalam AD/ART tidak diatur pasal yang memungkinkan Majelis Tinggi berwenang mengintervensi posisi ketua umum.

Menurut Tridianto, Pasal 13 AD/ART menyebutkan, Majelis Tinggi berwenang mengambil keputusan strategis tentang enam persoalan, meliputi calon presiden dan wakil presiden, calon pemimpin DPR dan pemimpin MPR, calon partai-partai koalisi, dan calon-calon anggota legislatif pusat. Majelis Tinggi juga berwenang mengambil keputusan terkait calon-calon gubernur dan pemilihan kepala daerah serta rancangan AD/ART berikut program kerja lima tahun untuk disahkan dalam kongres. ”Jadi tidak ada dalam pasal itu Majelis Tinggi mengambil alih tugas ketua umum. Bagi saya, AD/ART sudah dilanggar Yudhoyono,” ujarnya.

Dia menilai Yudhoyono sebaiknya fokus memimpin pembenahan partai secara menyeluruh dan tidak mengusik posisi Anas sebagai ketua umum. Ketua DPC Partai Demokrat Purbalingga Muhammad Iqsan juga masih mendukung penuh kepemimpinan Anas. Pihak DPC tetap tidak terpengaruh manuver politik di tingkat elite dan menjunjung tinggi konstitusi partai.

Pengambilalihan Partai Demokrat oleh Yudhoyono dinilai semakin menjauhkan proses pelembagaan atau institusionalisasi partai sebagai organisasi modern. Kekuasaan partai kembali terpusat pada figur sentral Yudhoyono.

”Jika pada Kongres Bandung 2010 SBY sudah mulai mentransformasikan kekuasaan personalnya ke dalam sistem dan konstitusi partai, kini SBY menarik semuanya kembali. Partai Demokrat semakin mengalami ketergantungan. Semakin terjadi deinstitusionalisasi atau menguatnya personalisasi,” ujar Direktur Eksekutif Pol-Tracking Institute Hanta Yuda AR, Sabtu.

Seluruh kewenangan baru oleh Majelis Tinggi, kata Direktur Eksekutif Lingkar Madani untuk Indonesia (Lima) Ahmad Fauzi Ray Rangkuti, secara operasional tampaknya sulit dilaksanakan. Posisi sebagai presiden membuatnya sulit mengatur waktu antara kegiatan mengorganisasi parpol dan kegiatan kepresidenan. Perundang-undangan pun bakal lebih ”memihak” kepada ketua umum. Misalnya, dalam penetapan calon kepala daerah dan calon anggota DPR.(ATO/NTA/DIK/SIR/RWN/ILO/GRE/IRE/ZAL/APO/WHO/DEN)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com