Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berdoa, Berkumpul, dan Menanti Angpau

Kompas.com - 09/02/2013, 09:08 WIB

KOMPAS - Di kalangan anak muda, momen Imlek lebih dilihat sebagai saat berkumpul seluruh keluarga besar. Saat itu mereka bisa bertemu dengan sepupu, ai, ii, encek, popo, dan nainai. Pada saat itu semua anggota keluarga akan saling bertukar cerita dan pengalaman selama mereka tidak berjumpa.

Mereka mengakui, tidak banyak mengetahui makna sesungguhnya Imlek. Mereka hanya sangat senang setiap Imlek tiba. Inez Sutami (22), Jessica Yulia (21), dan Christy Octaviani (21), mahasiswa Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, Jakarta, mengatakan, yang diingat dari Imlek adalah kumpul keluarga, makan makanan yang lezat, dan mendapat angpau. ”Tidak ketinggalan, kami selalu menikmati kue keranjang yang manis,” kata Inez.

Inez dengan riang mengatakan, dia selalu mendapat angpau saat Imlek. Meski telah dewasa, keluarganya tetap memberi angpau karena dia belum berkeluarga.

Secara tradisi, mereka yang sudah menikah boleh mengeluarkan angpau, sedangkan yang masih lajang tidak memberikan angpau. Walaupun si anak sudah bekerja, jika belum menikah tetap tidak boleh memberi angpau.

Sementara Tommy Yang, Tonny, Ferix Octavianus, Henry Linuar, Christian Jordy, dan Kevin Surya, mahasiswa Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, Jakarta, juga mengakui tradisi Imlek kini tidak lagi dijalankan sepenuhnya oleh kaum muda. Mayoritas keturunan Tionghoa sekarang bukan lagi menganut kepercayaan yang sama dengan nenek moyang mereka.

”Berdoa bersama iya, tetapi kami tidak lagi bersembahyang leluhur di wihara,” kata Tommy.

Seperti mantan pebasket nasional dan pengusaha, Anthony Gunawan (31), yang selalu berkumpul di rumah nenek dari pihak istri karena nenek dan kakeknya sudah meninggal. ”Acaranya biasa saja, kumpul-kumpul, makan, mengunjungi saudara, serta membagikan angpau,” kata Anthony.

Lain halnya dengan Erica Mulyadi, praktisi kehumasan dari Prodigy PR. Di keluarganya masih ada tantenya yang paham benar tentang Imlek. Kerabatnya itu yang serius menyiapkan perayaan Imlek, seperti berdoa ke wihara serta membeli semua keperluan sembahyang dan perjamuan.

”Kami tinggal mengekor saja. Namun, ada beberapa tradisi yang ditinggalkan seperti memakai baju baru selama dua minggu penuh. Wah, kalau tradisi itu masih dijalankan, pasti repot karena bukan hanya baju bepergian yang baru, tetapi benar-benar semua harus baru,” kata Erica.

Dia menuturkan, rumahnya selalu meriah setiap menyambut Imlek. Sang ibu memerintahkan agar rumah dicat ulang, seluruh rumah dibersihkan, dan memasang seprai baru. ”Sama seperti yang merayakan Lebaran atau Natal, seisi rumah sibuk karena semua harus bersih dan baru,” ujarnya.

Kemeriahan saat Imlek di rumah tidak ditemui Erica ketika kuliah di Vancouver, Kanada. Menurut dia, di Kanada, perayaan Imlek hampir tidak terasa lagi. ”Tradisinya sudah sangat luntur, hidangan makan malam bersama pun tidak lagi makanan untuk Imlek, tetapi makanan Jepang,” katanya. (Ida Setyorini)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com