Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PKS Diminta Legawa dan Hormati Proses Hukum

Kompas.com - 03/02/2013, 02:32 WIB

Jakarta, Kompas - Partai Keadilan Sejahtera diminta legawa atau berlapang dada menerima kenyataan bahwa mantan presidennya, Luthfi Hasan Ishaaq, menjadi tersangka penerima suap dalam kasus impor daging sapi. PKS juga diminta introspeksi dan melakukan otokritik ke dalam atas kasus yang menimpa Luthfi tersebut.

Harapan itu disampaikan pengajar sosiologi politik Universitas Gadjah Mada, Arie Sujito; Koordinator Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia Sebastian Salang; dan Direktur Pusat Kajian Politik Departemen Ilmu Politik FISIP Universitas Indonesia Sri Budi Eko Wardhani secara terpisah, di Jakarta, Sabtu (2/2).

Seperti diberitakan, Presiden PKS yang baru, M Anis Matta, dalam sambutannya seusai dilantik, menuding adanya konspirasi yang hendak menghancurkan partainya.

Menurut Arie, PKS harus menyadari bahwa politisi yang menjadi tersangka dan ditahan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bukan hanya dari partai ini, melainkan juga dari sejumlah partai lain. Penetapan dan penahanan Luthfi semestinya jangan direspons dengan kalut karena memperlihatkan partai ini tidak siap menghadapi sorotan publik. PKS sebaiknya menunggu proses hukum dan mengajak publik menghormati proses hukum.

”Jika mau membuat lompatan positif seharusnya PKS justru minta maaf atas kasus ini ke publik. Jika berani legawa minta maaf, akan ada simpati publik dan citranya lebih cepat pulih. Itu menandakan partai ini konsisten bahwa siapa pun kader dan pimpinan yang dinilai korup oleh KPK, itu kesalahan yang harus dibuka kepada publik dengan minta maaf,” katanya.

Koreksi diri

PKS jangan justru menyerang KPK atau publik dengan dalil konspirasi. Semakin mengingkari dan bereaksi dengan menuduh ada konspirasi, publik menilai itu sekadar demagogi politisi yang kena kasus. ”Bagaimanapun, legitimasi KPK masih lebih kuat dibandingkan PKS. Oleh karena itu, seharusnya kasus ini jadi bahan refleksi koreksi diri,” kata Arie.

Sebastian juga mengatakan, PKS tidak perlu defensif karena hanya akan semakin memperburuk citranya di mata publik dan pengikut setianya. Semakin PKS menyerang KPK dan menuding ada permainan pihak lain, sebetulnya PKS sedang membiarkan dirinya ”ditelanjangi”.

Menurut Sri Budi, reaksi defensif adalah reaksi wajar. Namun, di tengah opini publik yang sudah marah pada korupsi dan meminta terobosan, kritik PKS kepada KPK bukanlah pencitraan yang baik. ”Kita belum tahu apakah PKS salah atau benar, namun sikap defensif PKS bisa menjadi makanan media dan publik. Ketika mereka mengatakan ada konspirasi besar untuk menghancurkan PKS, ini sulit dibuktikan,” kata Sri Budi.

Karena itu, Sebastian dan Sri Budi juga menyarankan PKS introspeksi dan melakukan otokritik ke dalam. Sikap defensif yang ditunjukkan PKS, menurut Sebastian, disebabkan PKS panik dan mencari cara membela diri.

”Ketika tahun 2008 menyatakan diri sebagai partai yang terbuka, apakah PKS juga mengendurkan pola rekrutmennya? Jadi tidak perlu defensif, harus cooling down dan lakukan konsolidasi,” kata Sri Budi.

Secara terpisah, Ketua Bidang Humas DPP PKS Mardani Ali Sera meminta publik memahami bahwa kasus yang menyeret Luthfi sangat mengejutkan partai. Sosok Luthfi, bagi kader partai, tidak semata sebagai pemimpin, tetapi juga ayah. Wajar jika kader partai kemudian bereaksi ketika pimpinannya itu mendadak ditetapkan sebagai tersangka, lalu dijemput, dan kemudian ditahan KPK dalam waktu cepat.

”Jadi, kami terkejut dan merasa ada konspirasi di balik penahanan Luthfi. Mereka yang sudah tersangka dan diperiksa berkali-kali tidak ditangkap oleh KPK. Lantas, kenapa Luthfi langsung ditangkap dan ditahan?” katanya.

Mardani mengatakan, setelah Majelis Syuro PKS menetapkan Anis Matta sebagai presiden partai yang baru, pengurus partai terus menggelar rapat. Hingga Sabtu sore, pengurus partai masih rapat untuk memperkuat konsolidasi internal, termasuk menyiapkan pembelaan hukum terhadap Luthfi.

Anggota tim pembela Luthfi, Mohamad Assegaf, mengatakan, timnya masih terus menggali fakta dan data terkait kasus ini. Mereka memperdalam peran Luthfi dalam kasus ini. ”Kami mendukung KPK memberantas korupsi. Tetapi, KPK jangan berlaku diskriminatif,” katanya.(iam/lok)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com