Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tolak Politisi Korup

Kompas.com - 18/01/2013, 02:52 WIB

Jakarta, Kompas - Partai politik didesak untuk serius menyeleksi calon anggota legislatif untuk Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang berkualitas dan memperjuangkan aspirasi rakyat. Jangan sampai memasukkan politisi bermasalah moral dan hukum, terutama terlibat kasus korupsi, dalam daftar caleg.

Desakan tersebut disampaikan Wakil Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Ade Irawan dan inisiator Gerakan Masyarakat Sipil untuk Pemilu Bersih Adhie M Massardi, secara terpisah di Jakarta, Kamis (17/1). Desakan ini terkait dengan 10 parpol peserta Pemilu 2014 yang sedang menyiapkan caleg untuk DPR dan DPRD.

Menurut Ade, proses seleksi caleg oleh parpol saat ini merupakan momen penting karena menentukan bagaimana wajah DPR dan DPRD pada periode 2014-2019. Jika parpol mau mengajukan caleg yang berkualitas, parlemen baru hasil Pemilu 2014 bakal lebih baik.

Sebaliknya, jika masih ada nama-nama politisi yang memiliki rekam jejak bermasalah, kualitas parlemen tidak jauh berbeda, atau bisa lebih rendah, dari parlemen sekarang. Itu akan merusak parlemen dan semakin menyuburkan perilaku korup.

Pengawasan masyarakat

Untuk mengantisipasi kemungkinan itu, masyarakat sipil diminta ikut mengawasi proses perekrutan dan memberikan masukan atas daftar caleg sementara. Jika mengetahui ada politisi ”busuk” dalam daftar tersebut, masyarakat agar segera protes.

”Kami berencana menerbitkan daftar politisi yang pernah terlibat kasus korupsi agar tidak dipilih lagi sebagai caleg. Daftar itu nanti kami publikasikan dan sebarkan melalui jaringan sampai di daerah-daerah,” kata Ade.

Daftar politisi bermasalah tersebut sekaligus menjadi bagian dari pendidikan politik. Masyarakat perlu mengenal siapa, bagaimana kualitas, dan rekam jejak para caleg itu. Masyarakat hendaknya bersikap kritis dan menolak caleg yang pernah punya kasus moral dan hukum.

Adhie M Massardi berharap, jika ada caleg yang dilaporkan bermasalah, parpol segera menggantinya dengan politisi yang bersih. Peran parpol sangat penting karena menjadi institusi yang memasok wakil rakyat dan para pejabat publik. Untuk itu, parpol perlu membuka diri, transparan, dan memublikasikan daftar calegnya kepada publik.

”Selain caleg bermasalah, kami juga mencermati partai yang memiliki kader-kader yang terlibat korupsi. Kami menyiapkan kampanye untuk tidak memilih partai-partai yang terbukti punya banyak kader korup,” katanya.

Kuasa hukum KPU

Terkait gugatan langkah Aliansi Partai Politik Penegak Konstitusi Indonesia (AP3KI) yang menggugat Komisi Pemilihan Umum (KPU) ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), KPU menunjuk Adnan Buyung Nasution sebagai kuasa hukum KPU. Komisioner KPU, Sigit Pamungkas, Rabu, mengatakan, kuasa hukum diperlukan jika mediasi untuk menyelesaikan gugatan AP3KI tersebut gagal.

Apabila mediasi yang dilakukan Bawaslu gagal, AP3KI dapat mendaftarkan gugatannya ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara. Jika masih tidak puas, gugatan dapat didaftarkan ke Mahkamah Agung.

AP3KI merupakan aliansi 17 parpol yang tidak lolos verifikasi faktual KPU sehingga tidak dapat menjadi peserta pemilu tahun 2014.

Kemarin, agenda mediasi sengketa Pemilihan Umum 2014 yang dijadwalkan Bawaslu ditunda karena Jakarta banjir. Menurut rencana, mediasi tersebut akan mempertemukan KPU dengan enam partai politik, yaitu Partai Bulan Bintang, Partai Demokrasi Kebangsaan, Partai Karya Republik, Partai Kebangkitan Nasional Ulama, Partai Kongres, dan Partai Damai Sejahtera. (IAM/OSA/ZAL/K03)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com