Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dilaporkan ICW, PPP Bantah Tutupi Keuangan Partai

Kompas.com - 09/01/2013, 10:05 WIB
Sabrina Asril

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Sekretaris Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arwani Thomafi membantah partainya tertutup perihal laporan keuangan partai. Hal ini menyusul laporan Indonesia Corruption Watch (ICW) ke Komite Informasi Pusat (KIP), Selasa (8/1/2013).

"Keuangan partai diaudit secara partai. Artinya, partai juga sudah melakukan tahapan pelaporan itu sesuai peraturan perundang-undangan. Tidak ada keinginan untuk menutup-nutupi," ujar Arwani di Jakarta, Rabu (9/1/2013).

Arwani menjelaskan bahwa selain audit independen, audit PPP juga dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Hal ini dilakukan karena parpol-parpol di Indonesia masih mendapatkan kucuran uang negara yang berasal dari APBN.

Menurut Arwani, menjelang Pemilu 2014, PPP justru mulai berusaha menata keuangan partai. "Kami justru ingin bersama-sama agar seluruh tahapan pemilu disempurnakan dengan adanya keterbukaan pengelolaan keuangan partai," ucapnya.

Terkait kesulitan ICW dalam mengakses keuangan PPP, Arwani mengaku belum mendapatkan laporannya. "Saya belum tahu kesulitan ICW ini di mana. Saya kira saya tanyakan dulu ke internal, seharusnya tidak begitu," katanya.

Sebelumnya, ICW melaporkan PPP, PAN, dan Partai Demokrat ke Komite Informasi Pusat (KIP) lantaran laporan yang dibuat ketiga partai itu dinilai sangat tertutup.

Aktivis ICW, Febri Diansyah, mengatakan, ketiga parpol itu tidak memenuhi permintaan ICW mengenai anggaran dan program partai pada 2010-2011. Padahal, anggaran merupakan bagian dari keterbukaan informasi.

"Dalam tahap implementasi partai politik, mereka masih cenderung tertutup dalam hal transparansi dan akuntabilitas keuangan. Padahal, salah satu pendanaan mereka adalah APBN, selain iuran anggota," kata Febri di Kantor Komite Informasi Pusat (KIP), Jakarta, Selasa (8/1/2013).

Febri mengatakan, undang-undang partai politik secara jelas menyebutkan bahwa setiap parpol harus terbuka kepada publik mengenai keuangannya. Namun, hingga saat ini, permintaan yang diajukan ICW belum dipenuhi.

"Parpol kami sinyalir menjadi lembaga yang paling bertanggung jawab atas maraknya korupsi di Indonesia saat ini. Pejabat pemerintah yang terjerat korupsi banyak yang kader sekaligus mesin partai yang agresif mengeruk uang negara," ujarnya.

Febri menyebutkan, salah satunya kasus korupsi yang menjerat politisi PAN, Wa Ode Nurhayati. Wa Ode saat ini berstatus terpidana kasus dugaan korupsi dana percepatan infrastruktur daerah. Demikian pula kasus dugaan korupsi yang menjerat sejumlah politisi Demokrat. Kasus korupsi itu diduganya banyak didorong dan diproduksi parpol.

"Hasil korupsinya disinyalir mengalir kepada elite partai tersebut," katanya. Oleh karena itu, ICW meminta KIP mendesak ketiga parpol tersebut transparan kepada publik.

Sebelumnya, LSM antikorupsi ini telah mengirimkan surat permintaan keterbukaan informasi anggaran kepada sembilan parpol parlemen. KIP telah memulai sidang untuk mendengar keterangan Demokrat.

Akan tetapi, dalam sidang yang digelar hari ini di KIP, pihak Demokrat yang diwakili Hinca Panjaitan tidak hadir karena beralasan sedang berada di luar kota. Sidang dengan mendengarkan keterangan PAN dan PPP akan dilangsungkan dalam waktu dekat.

Sidang lanjutan untuk Demokrat akan diselenggarakan pada 14 Januari.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto Siap Datangi KPK jadi Saksi Kasus Harun Masiku

Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto Siap Datangi KPK jadi Saksi Kasus Harun Masiku

Nasional
Profil Rita Widyasari: Eks Bupati Kukar, Ikuti Jejak Ayah Korupsi Hingga Puluhan Mobil Disita KPK

Profil Rita Widyasari: Eks Bupati Kukar, Ikuti Jejak Ayah Korupsi Hingga Puluhan Mobil Disita KPK

Nasional
KPK Belum Bisa Unggah LHKPN Caleg Terpilih, Ini Sebabnya

KPK Belum Bisa Unggah LHKPN Caleg Terpilih, Ini Sebabnya

Nasional
SYL Minta Jokowi Jadi Saksi Meringankan, Istana: Tidak Relevan

SYL Minta Jokowi Jadi Saksi Meringankan, Istana: Tidak Relevan

Nasional
Jemaah Haji Tanpa 'Smart Card' Tak Bisa Masuk Armuzna pada Puncak Haji

Jemaah Haji Tanpa "Smart Card" Tak Bisa Masuk Armuzna pada Puncak Haji

Nasional
Anggap Tapera Pemaksaan, Hanura Desak Pemerintah untuk Batalkan

Anggap Tapera Pemaksaan, Hanura Desak Pemerintah untuk Batalkan

Nasional
Jakarta Torehkan Deretan Prestasi Tingkat Nasional, Heru Budi Sukses Bangun Akuntabilitas, Integritas, dan Komitmen Cegah Korupsi

Jakarta Torehkan Deretan Prestasi Tingkat Nasional, Heru Budi Sukses Bangun Akuntabilitas, Integritas, dan Komitmen Cegah Korupsi

Nasional
 PHDI Akan Pelajari Lebih Detail Izin Ormas Keagamaan Kelola Tambang

PHDI Akan Pelajari Lebih Detail Izin Ormas Keagamaan Kelola Tambang

Nasional
Gagal ke Senayan, Hanura Desak Pemerintah-DPR Hapus Ambang Batas Parlemen

Gagal ke Senayan, Hanura Desak Pemerintah-DPR Hapus Ambang Batas Parlemen

Nasional
Oesman Sapta Oddang Kembali Jadi Ketum Hanura hingga 2029

Oesman Sapta Oddang Kembali Jadi Ketum Hanura hingga 2029

Nasional
Tolak Izin Kelola Tambang oleh Ormas Keagamaan, Romo Magnis: Kami Tak Dididik untuk Itu

Tolak Izin Kelola Tambang oleh Ormas Keagamaan, Romo Magnis: Kami Tak Dididik untuk Itu

Nasional
Soal Tapera, Romo Magnis: Kalau Baik Oke, tapi Dengarkan Suara-Suara Kritis

Soal Tapera, Romo Magnis: Kalau Baik Oke, tapi Dengarkan Suara-Suara Kritis

Nasional
Anies Ungkap Belum Ada Komunikasi soal Ajakan Kaesang untuk Duet di Pilkada Jakarta

Anies Ungkap Belum Ada Komunikasi soal Ajakan Kaesang untuk Duet di Pilkada Jakarta

Nasional
Kekayaan Fantastis Rita Widyasari, Eks Bupati Kukar yang Puluhan Mobil dan Uang Rp 8,7 Miliar Miliknya Disita KPK

Kekayaan Fantastis Rita Widyasari, Eks Bupati Kukar yang Puluhan Mobil dan Uang Rp 8,7 Miliar Miliknya Disita KPK

Nasional
Minta Amandemen UU Persaingan Usaha, Ketua KPPU: Kami Khawatir Indonesia Tidak Jadi Negara OECD

Minta Amandemen UU Persaingan Usaha, Ketua KPPU: Kami Khawatir Indonesia Tidak Jadi Negara OECD

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com