Jakarta, Kompas
Raja yang dihadirkan adalah Raja Buol XII Ibrahim Turungku, yang juga mengaku sebagai Ketua Dewan Adat Buol. Dalam keterangannya, Ibrahim mengatakan, PT Hardaya Inti Plantations (HIP), perusahaan milik Hartati, merupakan investor pertama yang datang ke Buol dan memberi kontribusi berupa lapangan pekerjaan untuk warga Buol. Ia dengan lancar menceritakan kebaikan PT HIP untuk pembangunan Buol.
Anggota majelis hakim, Hendra Yospin Alwi, sempat mengorek keterangan Ibrahim tentang peran perusahaan lain yang juga menjadi investor di Buol, yaitu PT Sonokeling, yang merupakan rival atau kompetitor PT HIP. Namun, para saksi termasuk Ibrahim langsung mengaku tak tahu sama sekali walaupun Sonokeling dan HIP sama-sama berada di wilayah adat yang dipimpinnya.
”Ini bagaimana, tadi kalau menyangkut PT HIP dikatakan semuanya baik. Begitu menyangkut PT Sonokeling mengaku tak tahu,” kata Hendra. ”Mohon maaf, itu karena Sonokeling memang terhitung baru di wilayah kami,” ujar Ibrahim.
Hakim Hendra juga menanyakan apakah benar ada tumpang tindih antara lahan PT HIP dengan lahan PT Sonokeling, seperti yang sering disebutkan oleh Hartati di persidangan. Hendra mengingatkan saksi untuk jujur mengingat sudah disumpah di atas kitab suci Al Quran untuk berkata jujur.
”Karena sudah disumpah, saya akan katakan sebenarnya. Memang ada tumpang tindih, tapi jumlahnya tidak banyak, sekitar 6 hektar,” tutur Ibrahim. Tumpang tindih terjadi karena Sonokeling mengaku meminjam akses jalan menuju perkebunannya yang melewati area kebun PT HIP. Ia memastikan Sonokeling tidak akan berani menguasai tanah yang dipinjam untuk akses jalan tersebut.
Dalam kesempatan itu, Ibrahim juga menyerahkan sepucuk surat kepada majelis hakim yang isinya memohon agar Hartati yang telah membantu Buol bisa dibebaskan. ”Kami mewakili masyarakat adat dan selaku pemuka masyarakat Buol mengharapkan Yang Mulia dapat membebaskan Ibu Hartati Murdaya tanpa syarat dari permasalahan ini,” katanya.