Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kinerja Legislasi Pun di Bawah Target

Kompas.com - 27/12/2012, 02:26 WIB

Anita Yossihara

Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Marzuki Alie, saat berpidato mengawali Masa Persidangan II Tahun Sidang 2012-2013 pada 19 November lalu, kembali mengeluhkan rendahnya kinerja legislasi. Untuk kesekian kalinya, Marzuki mengingatkan anggota parlemen agar bekerja seoptimal mungkin sesuai sumpah/janji jabatan.

Hingga saat ini, capaian legislasi DPR memang tergolong rendah. Sepanjang tahun 2012, DPR baru menyetujui pengesahan 30 undang-undang (UU). Namun, mayoritas, yakni 20 UU, merupakan UU kumulatif terbuka seperti perjanjian atau ratifikasi internasional, UU tentang Anggaran, dan UU tentang Pembentukan Daerah Otonom Baru (12 UU).

Hanya sepuluh UU yang tergolong prioritas atau masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2012. Jumlah itu jauh di bawah target yang ditetapkan pemerintah dan DPR, yakni 69 RUU.

Selain itu, saat ini terdapat 33 RUU yang sudah memasuki tahap pembicaraan tingkat I, yakni pembahasan antara DPR bersama pemerintah. Namun, itu pun hanya 22 RUU yang merupakan prioritas tahun 2012. Dua RUU lain yang tengah dibahas merupakan tunggakan Prolegnas 2010 dan 9 RUU sisanya adalah Prolegnas 2011.

Perihal rendahnya capaian legislasi bukanlah hal yang baru bagi DPR. Setiap tahun jumlah UU yang disahkan selalu jauh di bawah target yang ditetapkan DPR bersama pemerintah.

Pada tahun 2010 disepakati 70 RUU masuk Prolegnas, tetapi hanya 18 RUU yang berhasil disahkan menjadi UU. Itu pun hanya delapan yang merupakan RUU prioritas karena 10 lainnya merupakan RUU kumulatif terbuka.

Kemudian pada tahun 2011, sebanyak 70 RUU masuk daftar Prolegnas yang terdiri dari 36 RUU luncuran Prolegnas 2010 ditambah 34 RUU prioritas baru. Selain itu ditetapkan pula 21 RUU luncuran pembahasan, yakni RUU yang draf serta naskah akademiknya sudah disiapkan sehingga tinggal dibahas pada tahun 2011. Dari 91 RUU itu, hanya 22 RUU yang disahkan menjadi UU, tetapi hanya 18 yang merupakan prioritas dan 4 lainnya merupakan RUU kumulatif terbuka.

Selain kuantitas, kualitas UU yang dihasilkan juga kerap dipertanyakan. Pasalnya, tidak sedikit UU yang digugat, diuji materi di Mahkamah Konstitusi (MK). Dari situs resmi MK diketahui, sedikitnya ada 11 UU produk DPR periode 2009-2014 yang diuji materi.

Bahkan, sebagian UU beberapa kali diuji materi atas permohonan kelompok masyarakat yang berbeda-beda, di antaranya UU Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu DPR, DPD, dan DPRD, serta UU Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. UU politik lain seperti UU Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik dan UU Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu juga digugat ke MK.

Pengajuan permohonan uji materi itu merupakan salah satu indikator rendahnya kualitas UU. Masyarakat tidak puas karena menganggap UU yang dibuat bertentangan dengan konstitusi serta peraturan perundang-undangan lainnya.

Sebenarnya, kalangan DPR memahami beban legislasi yang harus mereka selesaikan. Berkali-kali pimpinan DPR mengingatkan mengenai capaian legislasi yang tak sesuai target.

Para anggota DPR diminta untuk terus bekerja secara optimal untuk mengejar target legislasi. Bahkan, dalam pidato pembukaan Masa Persidangan II Tahun Sidang 2012-2013, Marzuki mengingatkan para anggota akan sumpah/janji jabatan. Anggota DPR diminta bersungguh-sungguh bekerja, terutama menjalankan fungsi legislasi.

Kalangan parlemen pun sebenarnya dapat mengidentifikasi permasalahan atau hambatan mereka dalam melaksanakan fungsi legislasi. Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Ignatius Mulyono mengatakan, salah satu hambatan adalah tumpang tindih jadwal pelaksanaan tugas legislasi dengan pelaksanaan fungsi parlemen lain, yakni pengawasan dan penganggaran.

Padahal, tidak sedikit anggota DPR yang merangkap tugas, menjadi anggota komisi sekaligus anggota Baleg dan juga masuk keanggotaan sejumlah panitia khusus (pansus) pembahasan RUU dan lainnya. Akibatnya, sering kali satu anggota DPR harus menghadiri agenda rapat dalam waktu bersamaan.

Saat ini, soal rangkap tugas dialami sebagian besar anggota Komisi II. Selain menjadi anggota panitia kerja (panja) pembahasan RUU di Komisi II DPR, mereka juga terlibat dalam penyusunan draf RUU karena menjadi anggota Baleg. Sebagian dari mereka bahkan terlibat dalam Pansus Pembahasan RUU Pemerintahan Daerah dan RUU Desa.

Sebenarnya DPR sudah membuat beberapa terobosan untuk meningkatkan kinerja legislasi. Sejak tahun 2010, misalnya, DPR memberlakukan hari legislasi. Dua hari dalam satu pekan, yakni hari Rabu dan Kamis, ditetapkan sebagai hari khusus untuk membahas RUU.

Meskipun hari legislasi sudah ditetapkan sejak tahun 2010, nyatanya capaian legislasi tetap jauh dari target. Bukan hanya itu, DPR dan pemerintah juga tetap saja menetapkan target tinggi dalam Prolegnas.

Selain DPR, pemerintah juga berkontribusi membuat capaian legislasi tidak sesuai target. Pemerintah tergolong lamban dalam menyiapkan draf dan naskah akademik RUU yang menjadi inisiatif pemerintah.

Paket RUU Pemerintahan Daerah, misalnya, ditetapkan sebagai prioritas sejak tahun 2010. Namun, pemerintah baru menyerahkan tiga draf, yakni RUU Pemda, RUU Desa, dan RUU Pilkada pada akhir tahun 2011.

Ronald Rofiandri dari Pusat Studi Hukum dan Kebijakan berpendapat, kegagalan kinerja legislasi sudah bisa diprediksi sebelumnya. Sebab, sejak awal desain perencanaan legislasi memang bermasalah. DPR dan pemerintah lebih mengedepankan aspek kuantitas dalam menyusun prolegnas. Jumlah RUU yang menjadi prioritas setiap tahun selalu melebihi kemampuan yang dimiliki DPR dan pemerintah.

Jika melihat pengalaman, DPR periode sebelumnya rata-rata hanya dapat menyelesaikan 30-an UU. Idealnya cukup 30 RUU saja yang menjadi prioritas setiap tahun. Namun kenyataannya, target prolegnas selalu ditetapkan di atas 60 RUU.

Persiapan untuk menyusun RUU yang menjadi prioritas juga relatif singkat. Prolegnas 2010-2014 saja disiapkan hanya dalam waktu dua bulan. Padahal, idealnya penyusunan prolegnas dilakukan selama satu tahun.

”Jadi pada tahun pertama periode jabatan, DPR dan pemerintah fokus mempersiapkan prolegnas. Pelaksanaan baru di tahun kedua,” ujar Ronald.

Hambatan lain adalah tarik- menarik kepentingan sektoral, baik di internal pemerintah maupun DPR. Tiap-tiap kementerian memiliki kepentingan sendiri untuk mendorong sebuah RUU masuk prioritas atau mengerem RUU agar tidak segera dibahas. Di internal DPR, tarik-menarik kepentingan terjadi di antara fraksi-fraksi.

Meskipun berbagai hambatan berhasil diidentifikasi, produktivitas legislasi tetap saja rendah. Kegagalan mencapai target pun tidak dijadikan pertimbangan dalam menetapkan prolegnas tahun berikutnya. DPR dan juga pemerintah tetap saja menetapkan target tinggi, dan itu pun tidak pernah tercapai.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com