Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Belajar ke Mana-mana

Kompas.com - 01/12/2012, 04:34 WIB

Nyaris tak pernah ada kunjungan kerja atau studi banding anggota DPR ke luar negeri yang tanpa disertai kritik tajam. Apa pun tujuan kunjungan, ke mana pun negara yang dituju, selalu saja kegiatan itu dipandang sebagai hal yang tak perlu, terkadang bahkan dituding sekadar dalih untuk jalan-jalan yang dibiayai negara. Kunjungan ke luar negeri yang dilakukan selama ini pun dinilai tidak bermanfaat.

Seorang anggota DPR merasa ”teraniaya”, terutama oleh pemberitaan media massa. Pasalnya, menurut dia, pada setiap lawatan ke luar negeri yang dia ikuti, seluruh proses disampaikan secara terbuka sejak rencana keberangkatan hingga pelaporan seusai lawatan. Siaran pers menyangkut materi kunjungan pun dikirimkan dari negara yang dikunjungi kepada wartawan di Tanah Air.

Anggota DPR tersebut tak menampik ada satu-dua anggota yang tak optimal saat lawatan ke luar negeri. Namun, semestinya penilaian diberikan secara proporsional pula. ”Tetapi, kok rasa-rasanya, apa pun yang dilakukan DPR tetap saja digebugi,” ujar politisi dari daerah pemilihan Jawa Timur itu.

Anggota DPR yang lain pun merasa, publik dan juga media tidak adil. Argumentasinya, salah satunya, sebenarnya kunjungan, studi banding (atau apa pun namanya) ke luar negeri yang dilakukan pihak pemerintah tak kalah kerap, tak kalah besar anggota rombongannya, tak kalah bagus fasilitas yang diperoleh. Namun, toh ”pemberitaan” media tak segencar tatkala DPR yang melawat ke luar negeri. Para aktivis tak segarang biasanya. Mahasiswa Indonesia yang belajar di negara yang menjadi lokasi kunjungan pun terkesan tak segigih kala menguntit dan mengejar-ngejar anggota DPR.

Seperti diberitakan, di awal masa reses ini, Badan Legislasi DPR mengirim dua tim ke Jerman dan Inggris untuk menggali informasi sejalan dengan penyiapan materi Rancangan Undang-Undang tentang Keinsinyuran. Tim ini menuai kritik karena lembaga yang didatangi dianggap tak sesuai dengan target informasi yang diharapkan.

Siapa pun mafhum, belajar itu sebuah kebutuhan, juga tuntutan. Melihat contoh yang baik adalah salah satu upaya belajar yang cukup efektif. Terlebih kondisi Indonesia saat ini yang membutuhkan upaya lebih keras untuk menipiskan ketertinggalan dari negara lain di banyak bidang.

Terkait dengan konteks pelaksanaan fungsi parlemen, jika merujuk Rencana Strategis DPR 2010-2014, salah satu poin strategi dalam pelaksanaan fungsi legislasi adalah meningkatkan kapasitas DPR untuk menghasilkan RUU inisiatif. Indikator kinerja antara lain mencakup persentase jumlah penetapan RUU usulan DPR sampai ke jumlah penetapan RUU menjadi UU oleh DPR, juga termasuk persentase jumlah RUU yang diharmonisasi dan yang dievaluasi di Baleg.

Tentu, sah-sah saja (dan bahkan perlu) belajar dari pengalaman negara lain yang lebih maju. Praktik yang baik bisa diadaptasikan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan di Indonesia. Namun, tentulah tak elok jika kesempatan itu kemudian justru terdistorsi dengan beragam kepentingan di baliknya.

Mengutip peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia, Yurist Oloan, manajemen kunjungan kerja DPR ke luar negeri selama ini tidak terlihat baik. Padahal, semestinya dari ujung ke ujung kegiatan, semuanya tersampaikan ke publik dengan transparan sehingga bisa pula dievaluasi capaiannya. Setiap kunjungan kerja semestinya diawali kejelasan target dan sasaran, serta dipungkasi dengan laporan yang bisa diakses publik.

Akhirulkalam, perjalanan ke luar negeri bisa bermanfaat besar, tetapi bisa juga tak optimal. Kuncinya memang belajar dengan benar! (Sidik Pramono)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com