JAKARTA, KOMPAS.com — Direktur Lingkar Madani Indonesia (Lima) Ray Rangkuti menuding Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) mencoba melindungi kesalahan Komisioner KPU.
Ia menanggapi putusan DKPP atas sidang dugaan pelanggaran kode etik yang malah menghukum jajaran Sekretariat Jenderal (Setjen) KPU, apalagi posisi jajaran Setjen adalah sebagai saksi, bukan pihak teradu.
"Dibebaskannya seluruh Komisioner KPU dari dugaan pelanggaran etik membuktikan mereka tidak dapat diberi sanksi apa pun atas kesemrawutan verifikasi administrasi yang telah terjadi. KPU seolah bukan subyek, tetapi obyek dari situasi," kata Ray di Jakarta, Selasa (27/11/2012).
Ray mengatakan, kesemrawutan tersebut tidak semestinya dibebankan pada tim kelompok kerja (Pokja) di bawah koordinasi Kesetjenan. Sekjen, lanjutnya, tidak seharusnya menanggung seluruh tanggung jawab kesemrawutan itu. Sebab, Komisioner KPU juga bekeja bersama Sekjen.
"Di sini logika dibalik. Kesetjenan adalah subyek, Komisioner adalah objek. DKPP seperti tidak berminat mengungkap fakta apa di balik pembangkangan Kesetjenan," tambahnya.
Padahal, lanjut Ray, dalam sidang, Kesetjenan telah membantah melakukan pembangkangan. Menurutnya, pleidoi Sekjen telah jelas membuktikan Komisioner KPU berbuat di luar peraturan.
Contoh paling nyata, paparnya, adalah mengenai pengumuman hasil verifikasi administrasi. Menurut Sekjen, pada tanggal 23 September 2012, pekerjaan Pokja telah selesai. Namun, KPU tidak segera mengumumkan hasil verifikasi. KPU baru mengumumkan hasil verifikasi administrasi pada tanggal 28 September 2012.
Menurutnya, membebankan kesalahan pada Setjen adalah bentuk ketidakdilan. DKPP, lanjutnya, jelas menghindar. Ray menuding DKPP memainkan jurus meliuk agar KPU tidak menjadi sasaran sanksi meskipun ditemukan fakta-fakta pelanggaran etik di dalam persidangan. Setidaknya dengan berbagai pertimbangan dan fakta hukum di persidangan, DKPP dapat memberi sanksi teguran pada Komisioner KPU.
"Namun, sayang, itu pun tak ada. Kini, kita berharap putusan DKPP tidak membuat KPU manja. Putusan ini harus jadi bahan introspeksi KPU," tandasnya.
Lebih jauh Ray menjelaskan, putusan DKPP adalah bentuk kompromi dengan Komisioner KPU. Sebab, dalam putusan lainnya, DKPP meminta KPU memulihkan hak kedelapan belas parpol yang sebelumnya dinyatakan tidak lolos.
Hal itu, terangnya, semakin mengaburkan pihak yang bertanggung jawab lolos atau tidaknya parpol.
"Jika yang menyatakan tidak lolos adalah KPU, mengapa sanksi kelalaian justru dibebankan kepada Kesetjenan? Di sinilah bolak-balik peradilan etik DKPP bermula dan berputar," pungkas Ray.
Sebelumnya, DKPP memutus jajaran Setjen melanggar kode etik penyelenggara pemilu. Sebab itu, DKPP meminta Komisioner KPU untuk menjatuhkan sanksi pada Sekjen, Wasekjen, Kepala Biro Hukum, dan Wakil Kepala Biro Hukum Setjen.
"Dalam tempo sesingkat-singkatnya mengembalikan yang bersangkutan beserta pejabat-pejabat lainnya yang terlibat pelanggaran kepada asal sejak dibacakannya putusan ini," kata Ketua DKPP Jimly Assidiqie dalam amar putusannya, Jakarta, Selasa (27/11/2012).
Menurut DKPP, jajaran Setjen yang diganti adalah Sekjen KPU Suripto Bambang Setiadi, Wakil Sekjen Asrudi Trijono, Kepala Biro Hukum Setjen KPU Nanik Suwarti, dan Wakil Kepala Biro Hukum Setjen KPU Teuku Saiful Bahri Johan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.