Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anas Tanya soal Lahan

Kompas.com - 22/11/2012, 02:26 WIB

Jakarta, Kompas - Komisi Pemberantasan Korupsi terus merangkai keterlibatan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum dalam dugaan korupsi proyek pembangunan kompleks olahraga terpadu di Hambalang, Bogor, Jawa Barat.

Rabu (21/11), KPK memeriksa saksi antara lain anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Demokrat Ignatius Mulyono, Direktur Operasional PT Dutasari Citralaras Roni Wijaya, Manajer Proyek Hambalang Purwadi Hendro, dan Paul Nelwan. Paul kerap disebut di sejumlah proyek yang anggarannya dibahas di DPR. Dia juga beberapa kali jadi saksi kasus korupsi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.

Seusai diperiksa, Ignatius mengatakan, pertanyaan penyidik di antaranya seputar sertifikasi lahan proyek Hambalang. Ia menuturkan perintah Anas— saat itu Ketua Fraksi Partai Demokrat DPR—untuk bertanya soal sertifikasi lahan ke Badan Pertanahan Nasional (BPN).

Karena tak bisa menemui Kepala BPN Joyo Winoto, Ignatius menelepon pejabat BPN, Managam. Menurut dia, penyidik KPK juga menanyakan soal proses telepon tersebut dan penyerahan surat yang diambil dari Managam dan diserahkan ke siapa.

Juru Bicara KPK Johan Budi SP mengatakan, KPK mengembangkan penyidikan kasus Hambalang. ”Kami memeriksa sejumlah saksi untuk pengembangan kasus ini,” katanya. Penyidikan itu terkait aliran dana proyek Hambalang mengarah pada Anas yang diduga menerima mobil Toyota Harrier dari mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin. KPK bahkan sudah gelar perkara terkait hal itu.

Pemberian mobil itu, menurut Nazaruddin, terkait mulusnya PT Adhi Karya menjadi pengembang proyek Hambalang. KPK memperoleh cek pembelian Toyota Harrier. Nazaruddin membeli Toyota Harrier di Pecenongan, Jakarta Pusat, September 2009 seharga Rp 520 juta. Mobil itu kemudian diatasnamakan Anas dengan nomor polisi B 15 AUD.

Kejahatan korporasi

Terkait penyelidikan kasus proyek Hambalang, Dosen Luar Biasa Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, Zahru Arqom mengatakan, penyidik KPK tidak cukup memahami munculnya dugaan tindak kejahatan korporasi. Karena itu, pengembangan kasus ini tidak simultan, terpecah-pecah, dan kurang menyeluruh.

Dalam eksaminasi kasus proyek Hambalang di Pusat Kajian Antikorupsi UGM, Zahru mengatakan, berdasarkan fakta persidangan, KPK seharusnya mendakwa dengan tindak pidana korporasi terhadap Grup Permai dan PT Duta Graha Indah.

Menurut Peneliti Hukum Indonesia Corruption Watch Febri Diansyah, KPK harus memprioritaskan pemeriksaan pada kejahatan korporasi, baik oleh kelompok orang maupun kelompok kekayaan yang berbadan hukum atau tidak berbadan hukum. Terkait inisiatif penggunaan hak interpelasi DPR, perlu dicermati kemungkinan transaksi politik.

Ketua Komisi X DPR Agus Hermanto mengatakan, Panitia Kerja Komisi X untuk kasus Hambalang belum merekomendasi pencabutan tanda bintang untuk anggaran proyek Hambalang di APBN 2012 sebesar Rp 578,5 miliar. Artinya, anggaran itu belum dapat dicairkan. Panja menunggu hasil kajian dari Kementerian Pekerjaan Umum. (abk/bil/dik/nwo)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com