Jakarta, Kompas -
Hal ini muncul dalam diskusi The Indonesian Institute (TII), Rabu (14/11), dengan pembicara mantan Dirjen Strategi Pertahanan Kementerian Pertahanan Mayjen TNI (Purn) Sudrajat, Direktur Program Imparsial Al Araf, Ketua Timja RUU Kamnas Komite I DPD Farouk Muhammad, dan anggota Pansus RUU Kamnas, Susaningtyas Kertopati, dengan moderator Jaleswari Pramodhawardani yang juga anggota Dewan Penasihat TII.
”Undang-undang ini berlebihan karena masuk ke domain keamanan publik dan individu yang sebenarnya sudah diatur di undang-undang lain,” kata Farouk.
Ia mengatakan, RUU Kamnas ingin mengatur semuanya dalam satu pendekatan, mulai dari kondisi normal, yaitu tertib sipil, hingga kondisi darurat. Hal ini tidak saja merusak tatanan keamanan yang sudah ada, tetapi juga membuat RUU ini jadi berlebihan. Ada domain pribadi warga negara yang menjadi hak warga negara dan tidak bisa dimasuki begitu saja oleh negara.
Susaningtyas menggarisbawahi kemungkinan digunakannya kekuasaan negara secara berlebihan yang berpotensi mengintimidasi masyarakat. Karena banyaknya pasal yang sarat kepentingan, pembahasannya setelah 2014.
Adanya ketergesaan mengejar kepentingan pihak tertentu pada 2014 disoroti Sudrajat. Ia mengatakan, beberapa hal yang seharusnya diatur RUU Kamnas justru tidak disentuh. Ia menggarisbawahi, RUU Kamnas seperti metamorfosis UU Penanggulangan Keadaan Bahaya yang tidak disahkan Presiden Habibie karena mendapat penolakan keras.
Menurut Al Araf, yang dibutuhkan adalah pengaturan perbantuan TNI ke Polri.