Melbourne, Kompas
”Saat ini dibutuhkan kecerdasan dan kedewasaan demokrasi yang lebih besar untuk mengakomodasi perbedaan dan aspirasi yang muncul,” kata Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Denny Indrayana di kantor Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) seperti dilaporkan wartawan Kompas
Di KJRI, Denny, antara lain, ditanya masalah Papua, Aceh, hingga peraturan daerah yang bernuansa syariah. ”Bagaimana kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia? Jangan sampai karena bicara Papua, lalu dianggap anti-NKRI,” kata Sri Wiyanti, salah satu WNI yang hadir dalam acara itu.
Kesatuan Indonesia, menurut Denny, saat ini tidak dapat seluruhnya dilihat secara kaku. Kehadiran UU Otonomi Khusus untuk Aceh dan Papua serta UU Keistimewaan Yogyakarta membuat kesatuan juga dapat dilihat sebagai sistem federal. Pendekatan kesejahteraan menjadi kunci untuk menyelesaikan persoalan di Aceh dan Papua.
Denny juga menegaskan, syariah Islam relatif ditolak dalam konstitusi Indonesia. Kalimat ”dengan menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya” tidak ada dalam UUD 1945. Empat kali perubahan UUD 1945 (di era reformasi) juga tidak mengubah bab tentang agama.
Namun, sebagai aspirasi, lanjut Denny, aspirasi tentang syariah itu ada. ”Sebagai proses politik di era demokrasi, perjuangan menyampaikan aspirasi adalah sah. Hal ini yang diangkat sejumlah pihak, termasuk di daerah yang muncul melalui perda bernuansa syariah,” papar Denny.
Di masa Orde Baru yang menggunakan pendekatan keamanan, lanjut Denny, aspirasi terkait dengan syariah diselesaikan dengan penyeragaman.
Dari KJRI, Deny menuju Clayton South, sekitar 20 kilometer tenggara Melbourne, bertemu komunitas Muslim Indonesia. Ahmad Aiman, pengurus komunitas Muslim Indonesia di Victoria, menuturkan, ada sekitar 700 orang yang aktif.
Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.