Jakarta, Kompas -
Hal itu terpantau pada rapat paripurna penetapan sidang-sidang komisi terkait kriteria calon anggota legislatif Partai Golkar, Selasa (29/10) petang di Jakarta. Saat rekomendasi untuk tidak memprioritaskan kader bermasalah dengan hukum di nomor urut teratas, interupsi bermunculan. Salah satunya dari Ketua DPP Partai Golkar Nurdin Halid. Menurut mantan terpidana kasus korupsi distribusi minyak goreng Bulog itu, hak kader partai yang pernah bermasalah dengan hukum untuk maju dalam pencalegan tidak bisa dicabut. ”Nurdin Halid pernah dizalimi, tetapi dipenjara. Tetapi bukan korupsi. Saya siang malam kerja di Golkar, tetapi tidak boleh jadi anggota DPR,” kata Nurdin dengan suara keras.
Sebaliknya, Ketua Angkatan Muda Partai Golkar Andi Sinulingga berharap Golkar bersih dari kader bermasalah sehingga citra partai akan membaik. ”Kalau kita masih terus pertahankan (kader bermasalah dengan hukum), artinya terbalik dengan apa yang disampaikan ketua umum bahwa kita harus menjaga citra di tahun 2014,” ujarnya.
Dalam sambutan pada pembukaan Rapimnas IV Senin (29/10) pagi, Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie memang mengatakan, sistem rekrutmen caleg akan diterapkan secara demokratis. Penentuannya berdasarkan pertimbangan matang dengan memperhatikan kompetensi, rekam jejak, serta prestasi, disiplin, loyalitas, dan tidak tercela (PDLT).
Namun, dalam jumpa pers seusai penutupan rapimnas, Aburizal mengatakan, PDLT tetap menjadi kriteria caleg Partai Golkar, tetapi dengan perkecualian-perkecualian.
Dalam rapat paripurna, Ketua Dewan Pertimbangan (Wantim) Pusat Partai Golkar Akbar Tandjung mengkritik tidak adanya peran Wantim dalam penentuan caleg. Sesuai AD/ART, DPP harus mendengarkan saran dan pertimbangan Wantim. Setelah perdebatan, pimpinan sidang Ahmadi Noor Supit akhirnya mengakomodasi. Wantim tetap memberikan pertimbangan.