Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sampai Kapan Terus Diusik?

Kompas.com - 25/10/2012, 02:48 WIB

Di tengah hiruk-pikuk kasus korupsi seperti Century dan Hambalang di Jakarta, perhatian publik belakangan ini teralihkan ke Poso. Terbunuhnya dua polisi, ledakan bom, dan pembakaran rumah ibadah ampuh menjadi pengalih perhatian.

Jadilah Poso yang terletak di Sulawesi Tengah itu kembali menjadi bahan pemberitaan utama media massa. Rentetan aksi kekerasan itu memantik ingatan publik untuk menoleh ke pengujung tahun 1990-an dan awal 2000-an, ketika daerah itu dilanda konflik horizontal.

Daerah ini terletak di bibir Teluk Tomini dan seolah menjadi jantung Pulau Sulawesi. Di Sulawesi Tengah, Poso menjadi wilayah yang menghubungkan Palu dengan Kabupaten Morowali, Tojo Unauna, Banggai, dan Banggai Kepulauan.

Daerah berpenduduk 200 jiwa ini menjadi jalur utama yang menghubungkan Makassar-Gorontalo-Manado dan sebaliknya. Saat akses trans-Sulawesi terputus di Parigi Moutong, kabupaten tetangga Poso, jalur jalan alternatif juga masih harus melalui wilayah Poso.

Poso memiliki banyak potensi, mulai dari sektor pertanian, perkebunan, hingga wisata alam. Pertanian sangat dominan dengan menyumbang lebih dari 48 persen PDRB Poso dan menyerap tenaga kerja sekitar 59 persen. Di sektor perkebunan, Poso terkenal dengan kakao, vanili, cengkeh, kelapa, dan lainnya. Bahkan Poso juga terkenal dengan hutan yang terhampar di hampir seluruh wilayah. Berbicara keindahan alam, Poso adalah salah satu wilayah yang memiliki potensi keindahan, baik di laut, darat, maupun danau. Danau Poso, terluas dan terdalam di Sulawesi Tengah, adalah potensi yang bukan hanya layak jadi tempat wisata. Danau Poso kini jadi sumber air untuk PLTA Sulewana berkapasitas 195 megawatt. Di Poso pula terdapat sebagian Taman Nasional Lore Lindu dengan tanaman dan hewan endemis di dalamnya.

Ada tiga lembah di Poso yang menawan dengan kehidupan masyarakat natural dan keajaiban peninggalan zaman megalitikum. Lembah ini adalah Lembah Bada, Napu, dan Besoa. Di sinilah para ahli meneliti tumbuhan dan satwa endemis. Salah satu komoditas terkenal di Sulteng yang endemis adalah kayu hitam atau ebony.

Sayang, segala keindahan dan potensi Poso seperti tenggelam dan tidak mampu mengangkat nama wilayah ini. Dalam 12 tahun terakhir, publik mungkin lebih mengenal Poso sebagai wilayah konflik, wilayah yang sering diramaikan dengan aksi teror dan kekerasan.

Di Poso, orang seakan melihat sebuah wilayah yang menjadi tempat dibentuknya sel jaringan teroris, tempat pelatihan jaringan teroris. Peristiwa teror yang bahkan terjadi di wilayah lain di Tanah Air, ujung-ujungnya pasti akan terkait dengan Poso. Kerap muncul dugaan bahwa pelaku teror pernah berlatih di Poso. Pada akhirnya, Poso seakan lebih terkenal sebagai wilayah yang menyeramkan dan tidak ramah bagi siapa pun.

Poso memang pernah mengalami masa-masa kelam dalam konflik horizontal sepanjang 1998-2000 dan berbagai bentuk teror dan kekerasan sepanjang 2001-2007. Peristiwa ini mencatat sedikitnya 30.000 rumah dan ratusan rumah ibadah terbakar dan sekitar 3.000 jiwa melayang. Ribuan warga mengungsi meninggalkan rumah, ladang, dan harta benda lainnya.

Terseok-seok pemerintah, masyarakat, aparat keamanan, dan semua pihak terkait membangun kembali Poso pascakonflik. Bukan mudah mengembalikan rasa aman dan kepercayaan masyarakat. Tak mudah pula mengembalikan warga yang tercerai-berai mengungsi ke sejumlah wilayah agar kembali ke Poso dan ikut membangun daerah ini.

Pekerjaan berat

Bupati Poso Piet Inkiriwang mengaku pekerjaan paling berat di Poso pascakonflik adalah mengembalikan kepercayaan masyarakat agar mau hidup berdampingan satu sama lain. ”Syukurlah, dengan kerja keras, orang-orang yang dulu mengungsi mau kembali dan mau tinggal lagi. Masyarakat juga kembali hidup rukun,” katanya.

Menegakkan citra Poso pascakonflik, termasuk membangun rumah warga dan infrastruktur, tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Betapa pun rumah kembali dibangun, infrastruktur dibenahi, toh masih saja belum sepenuhnya bisa mengembalikan Poso seperti dulu. Masih ada sekitar 50.000 atau 25 persen dari total penduduknya yang miskin.

Warga miskin ini sebagian besar berada di wilayah desa dan dusun di Poso yang terpencar di pegunungan, lembah, dan hutan. Wilayah ini sebagian besar masih sulit diakses jalan darat. Banyak di antaranya yang hanya bisa ditempuh dengan kendaraan roda dua bahkan berjalan kaki. Kondisi ini pula yang membuat banyak desa dan dusun yang sulit terpantau pemerintah atau aparat keamanan. Ini pula yang diduga menjadi salah satu faktor mudahnya kelompok-kelompok terkait teroris membangun basis atau menjadikan tempat pelatihan.

Kemiskinan, kondisi geografis, dan keterbelakangan infrastruktur boleh jadi saling terkait. Seperti dikatakan salah seorang tokoh agama di Poso Adnan Arsal beberapa waktu lalu, warga banyak yang ingin kembali membenahi ekonomi dan menggarap lahan. Namun, persoalan infrastruktur seperti jalan dan pertanian menjadi salah satu kendala.

”Orang punya lahan kakao di gunung dan tidak ada jalan tani. Lalu bagaimana orang bisa mendapatkan hasil dari kakao? Yang ada kakao dijual murah karena pembeli juga menghitung biaya jalan. Ini hanya satu contoh saja,” kata Adnan.

Deklarator ”perdamaian” Malino Jusuf Kalla menilai hal mendesak yang harus diselesaikan pemerintah adalah persoalan ekonomi dan sosial. ”Kalau taraf ekonomi bagus, pekerjaan tersedia, tidak mudah untuk diprovokasi. Tapi kalau hidupnya miskin, mudah sekali memengaruhi mereka untuk berpikir radikal dan tidak rasional,” kata Kalla.

Pemerintah kiranya perlu bekerja maksimal untuk mempercepat pembangunan dan membuka akses ke wilayah terpencil. Rasa saling percaya yang terus tumbuh pada warga Poso patut diapresiasi. Nurani mereka pun bulat untuk melepaskan daerahnya dari arena ”permainan api”. (RENY SRI AYU)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com