JAKARTA, KOMPAS.com — Wakil Ketua DPR Anis Matta menilai, pengakuan anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Taufiequrrachman Ruki bisa saja dipolitisasi banyak pihak. Menurutnya, benar tidaknya ada intervensi dalam laporan audit itu belum diketahui kejelasannya. Sebab, BPK belum selesai melakukan audit dan belum dikirimkan kepada DPR.
"Saya kira yang jelas bahwa tindakan dari BPK ini jelas melahirkan dampak politisasi terhadap masalah ini. Karena jika seperti ini, saya merasa ada kesan politisasi, baik dari dalam BPK maupun dari luar terhadap masalah ini," ujar Anis, Selasa (23/10/2012), di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.
Anis mengakui, tindakan yang diambil Ruki sangat tidak lazim karena mengaku ada intervensi dalam audit BPK. Namun, politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini enggan mengomentari lebih lanjut soal dugaan tersebut.
"Saya kira proses ini masih berjalan. Kami biarkan dulu proses ini berjalan sambil Komisi X yang terkait memantau persoalan ini. Saya lebih suka menyerahkan permasalahan ini ke Komisi X untuk mereka tangani," kata Anis.
Ia sendiri belum melihat hasil audit BPK itu secara langsung.
Sebelumnya, anggota BPK Taufiequrachman Ruki menilai, laporan audit investigasi BPK telah diintervensi. Nama Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Andi Mallarangeng dan sejumlah perusahaan kontraktor tidak dinyatakan terlibat.
"Karena tidak ada nama Menpora dan korporasi-korporasi yang menerima aliran dana dalam laporan tersebut, saya meminta tim pemeriksa untuk memperbaiki laporannya. Kalau tetap tidak ada nama Menpora dan perusahaan-perusahaan itu, saya tidak akan tanda tangan laporan tersebut," kata mantan Ketua KPK itu kepada Kompas, Kamis (18/10/2012) di Jakarta.
Perusahaan-perusahaan yang menurut Taufiequrachman terlibat dalam proyek Hambalang antara lain PT Dutasari Citralaras dan PT Adhi Karya. Di PT Dutasari Citralaras, istri Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum pernah menjadi komisaris.
Dalam kasus ini, KPK tengah melakukan pengembangan. KPK baru menetapkan seorang tersangka, yakni Deddy Kusdinar, selaku Kepala Biro Keuangan dan Rumah Tangga Kemenpora yang di dalam proyek Hambalang bertindak sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK). Deddy diduga menyalahgunakan kewenangannya sehingga menimbulkan kerugian negara atau menguntungkan pihak lain. Namun, Deddy mengaku tidak pernah dijanjikan, apalagi menikmati uang dari proyek Hambalang.
Sebelumnya, nama Andi Mallarangeng kembali disebut Deddy Kusdinar. Deddy mengaku tidak ingin dikorbankan sendirian dalam kasus ini. Selaku PPK, menurutnya, ia bertanggung jawab kepada atasannya di Kemenpora dan tidak bisa mengambil keputusan sendiri. Deddy mengatakan, dia hanya melakukan instruksi atasan melalui Sekretaris Menpora Wafid Muharam. Wafid juga merupakan perpanjangan tangan Menpora.
Berita terkait dapat diikuti dalam topik:
Audit Investigasi Hambalang Diintervensi?
Skandal Proyek Hambalang