Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saat Sekolah Harus Dikelilingi Seng dan Kawat Duri

Kompas.com - 23/10/2012, 12:29 WIB
Ali Sobri

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Lapangan tempat bermain para siswa SD Negeri 01/02 Kembangan Utara, Jakarta Barat kembali tersegel, Senin (22/10/2012) ini. Sejak pagi tadi, Mereka hampir tak bisa menggelar upacara bendera di halaman sekolah yang kini terkepung seng-seng berkarat serta kawat berduri. Dengan menyusup melalui celah-celah seng di sebelah kiri sekolahan, anak-anak itu pun seperti tai takut akan ancaman bahaya dari kawat berkarat yang mungkin sewaktu-waktu dapat menggores kulit mereka.

Fajar (10), siswa kelas V SD Negeri 02, juga tak bisa lagi memanfaatkan waktu istirahatnya dengan bermain-main bola bersama kawan-kawannya di lapangan yang biasa mereka gunakan untuk berolahraga dan bermain-main. Mereka akhirnya sekadar duduk-duduk di tangga sekolah atau berlari-lari kecil di halaman kelas pada waktu istirahat.

"Iyah, nggak bisa main bola lagi. Soalnya ada kawat-kawatnya," ucap Fajar kepada Kompas.com, Senin (22/10/2012) sore.

Sama dengan Anisa Billah. Siswi kelas IV SDN 02 pun tak bisa bebas bergerak siang ini. Selama istirahat sekolah, dia dan teman-temannya memilih duduk di kantin yang terletak di lantai dasar.

"Nggak ada tempat lagi, paling di sini (depan kelas.red), sama di duduk di kantin aja," ucapnya.

Fajar dan Anisa, keduanya hanya sebagian kecil dari ratusan siswa yang juga merasa kehilangan akan bagian ruang di salah satu sudut sekolahnya sehingga butuh ruang bermain, butuh sarana berolahraga yang lebar, butuh ruang untuk mengembangkan potensi yang kini sudah terbatasi lagi.

Sekolah pasrah

Terkait penyegelan halaman sekolah kedua SD tersebut, Kepala SD 02 Siang, Kembangan Utara, Hj. Dahlia sempat mengatakan risih mengalami kasus yang tak kunjung usai itu. Namun kepada Kompas.com, Dahlia mengaku hanya bisa pasrah jika sampai kini sebagian ruang siswa tersebut kembali terancam menyusul penyegelan yang diketahuinya akan berlangsung hingga Sabtu mendatang.

"Kegiatan belajar mengajarnya tetap berjalan. Anak-anak juga sudah dapat menerimanya. Yang penting akses masuk kelas bisa, akan tetapi, saya mengakui untuk kegiatan olahraga, dan kegiatan pengembangan diri siswa seperti ekskul, dan bermain jadi terhalangi," katanya.

"Pas ada kawat-kawat itu, kami agak terganggu, pemandangannya juga tidak sedap, tapi mau gimana lagi, ini ada hak orang lain, tetapi pemerintahnya belum mau membantu mengurus masalah ini sampai selesai. Saya harap pak Gubernur Jokowi mau datang melihatnya," ungkap Dahlia kemudian dengan penuh harap.

Ini kelima kalinya

Peristiwa penyegelan tersebut bukan kali pertama yang dilakukan Azis (44), penjaga sekolah SD 01/02 yang juga merupakan ahli waris tanah yang kini menjadi sengketa. Azis mengakui kegiatan ini sudah berulang kali dilakukannya. Setelah sempat beberapa kali memagar batas sekitar 444 meter persegi tanah yang diakui adalah hak miliknya itu, kini ia meminta lagi hak menerima rupiah sejumlah luas tanah yang dulu dijanjikan pemerintah.

Menurut penjaga sekolah yang sudah bertugas hampir 10 tahun itu, pihak ahli waris pernah membuat kesepakatan dengan pemerintah Jakarta Barat yang katanya akan melakukan pembayaran ganti rugi tanah siswa yang dihibahkan orangtua ahli waris, yakni sekitar Rp 3 juta per meter persegi di pertengahan tahun lalu.

Namun karena tidak terealisir, mereka pun menyegel kembali gerbang dan halaman sekolah pada waktu itu. Kini, hal yang sama dilakukan Azis untuk mendapat perhatian yang lebih dari pemerintah.

"Saya kalau tidak pasang kawat seperti itu mana didengar?" Katanya saat Kompas.com menemuinya di sekolah ketika duduk bersama dengan Kepala SD 02, HJ. Dahlia.

"Sekarang saya mencabut atau menarik hibah tanah untuk sekolah ini, karena kesabaran saya sudah habis," ungkapnya.

Dia sendiri tak tega jika kawat-kawat dan seng yang sempat dipasang-bongkarnya lebih dari lima kali itu mengganggu kegiatan para siswa. Namun, dia hanya ingin memperingatkan pemerintah untuk segera membebaskan tanah sisa yang disengketakan itu dengan cara melunasi uang hak miliknya.

"Saya cuma mau hak saya itu saja. Adapun surat penarikan itu saya buat biar pemerintah tidak ngantuk, matanya terbuka lebar dan mau menyelesaikannya kepada saya," tandasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com