Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lambusango, Etalase Kekayaan Hayati Sulawesi

Kompas.com - 06/10/2012, 01:47 WIB

Oleh  Mohamad Final Daeng

Gelap hampir jatuh saat kami tiba di hadapan sebuah pohon beringin di pelosok rimba Pulau Buton, Sulawesi Tenggara. Berisik suara jangkrik dan burung hutan menemani penantian akan sosok mungil yang segera keluar dari pohon itu.

Saat matahari hilang sepenuhnya, pergerakan terlihat di dahan yang berdekatan dengan beringin itu. Awalnya sulit juga mencerna apa gerangan yang melompat dari pohon ke pohon itu. Selain gerakannya memang cepat, minimnya cahaya juga menyulitkan pengamatan.

Tak lama berselang, rentetan suara muncul membuyarkan kebingungan. ”Ciiit... ciiit... ciiit....” Decit panjang berulang itulah yang akhirnya menuntun mata Naudi (29), warga Buton yang memandu kami, menemukannya. ”Itu dia! Itu dia tarsiusnya,” ujarnya berbisik.

Tarsius dari jenis Tarsius tarsier itu dipergoki tengah memeluk sebatang pohon kecil dengan erat. Wajah bulatnya lalu berpaling ke arah sorotan senter. Tubuhnya kira-kira seukuran tikus dengan mata besar dan buntut dua kali lipat panjang tubuhnya.

Hutan bernama Lambusango itu merupakan habitat hewan yang dilindungi tersebut. Tarsius adalah binatang yang hanya beraktivitas pada malam hari (nokturnal) untuk berburu serangga. Saat siang, mereka tidur di rongga beringin besar yang banyak tumbuh di sana.

Rumah satwa

Bukan hanya tarsius, atau yang disebut miye-miye oleh warga lokal, Lambusango juga menjadi rumah bagi berbagai satwa langka dan dilindungi lainnya. Selama perjalanan singkat menjelajahi secuil kawasan itu September lalu, Kompas menyaksikan sebagian di antaranya.

Selain tarsius yang bisa ditemukan hanya dengan berjalan kaki 20 menit menembus hutan, kami juga menjumpai kuskus beruang sulawesi (Ailurops ursinus) tengah bertengger mendekap anaknya di salah satu pucuk pohon.

Lembaga International Union for Conservation of Nature menempatkan kuskus ini ke dalam kategori rentan (vulnerable) karena populasinya yang cenderung menurun. Keberadaan satwa ini bisa menjadi salah satu indikator kealamian hutan karena mereka hanya hidup di hutan tropis dataran rendah yang tak terganggu.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com