Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hentikan Pembahasan

Kompas.com - 05/10/2012, 01:52 WIB

Jakarta, Kompas - Desakan penghentian pem- bahasan revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi di parlemen semakin menguat. Besar kemungkinan pembahasan draf RUU KPK tidak dilanjutkan.

Hingga Kamis (4/10), setidaknya tiga fraksi partai politik resmi meminta penghentian pembahasan. Ketiga fraksi itu yakni Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (F-PPP), Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS), dan Fraksi Partai Demokrat (F-PD) dengan mengirimkan surat permohonan penghentian pembahasan RUU KPK kepada pimpinan DPR.

Surat F-PPP dan F-PKS diterima Wakil Ketua DPR Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Priyo Budi Santoso, Kamis siang. Surat F-PD dikirimkan kepada Ketua DPR Marzuki Alie, Selasa lalu. ”Sudah dikirim hari Selasa ke Ketua DPR. Nomor suratnya FPD.1243/DPR-RI/X/2012,” kata Sekretaris F-PD Saan Mustopa di Senayan, Jakarta, kemarin.

F-PPP juga menginstruksikan kepada seluruh anggotanya di Badan Legislasi (Baleg) untuk menolak pembahasan. ”Tentu saja melalui mekanisme perundang-undangan,” kata Sekretaris F-PPP M Arwani Thomafi.

Sekretaris F-PKS Abdul Hakim menjelaskan, usulan penghentian pembahasan itu sejalan dengan sikap F-PKS yang sejak awal tidak menyetujui revisi. Surat usulan penghentian itu diharapkan menjadi pertimbangan DPR untuk tidak melanjutkan pembahasan. PKS juga menginstruksikan anggotanya di Baleg untuk menolak pembahasan.

Menanggapi banyaknya usulan penghentian, Priyo mengatakan, akan lebih baik jika pembahasan dihentikan. ”Kalau ribut-ribut terus dan banyak salah paham seperti sekarang ini lebih baik dihentikan,” katanya. Namun, pembahasan revisi UU KPK tidak bisa serta-merta dihentikan. Revisi UU KPK sudah masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) sejak tahun 2011.

Salah satu cara yang bisa dilakukan untuk menghentikan pembahasan adalah mencabut RUU KPK dari daftar Prolegnas. Akan tetapi, pencabutan RUU itu, selain atas persetujuan fraksi, juga persetujuan pemerintah.

Bagi Koordinator Divisi Monitoring Hukum dan Peradilan Indonesia Corruption Watch Emerson Yuntho, DPR harus mencabut revisi UU KPK dari daftar Prolegnas.

Wakil Ketua Fraksi Partai Gerindra Ahmad Muzani meyakini, proses revisi itu tidak dilanjutkan setelah tekanan publik yang bertubi-tubi. Muzani melihat, polemik seputar revisi UU KPK telah merugikan citra DPR dan menguras energi masyarakat.

Ruhut Sitompul, anggota Komisi III dari F-PD, juga menduga, revisi UU KPK tak akan dilanjutkan. ”Mengganggu KPK sama dengan membangunkan harimau tidur. DPR membawa nama rakyat, jadi harus takut kepada rakyat,” kata Ruhut.

Cara masyarakat menggalang dukungan bagi KPK, ujar Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada Hifdzil Alim, sudah tepat. Rakyat akan melawan, kata sosiolog Universitas Indonesia Tamrin Amal Tomagola, jika KPK dilemahkan. Memang, menurut pengajar Kebijakan Publik UI Andrinof Chaniago, KPK perlu dipertahankan seperti sekarang karena tingkat korupsi masih tinggi.

Dukungan rakyat kepada KPK, kata Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas, menjadi bahan bakar bagi lembaganya untuk menghadapi sistem, struktur, dan mekanisme politik di negeri ini yang sangat korup.

Namun, di Bali, Ketua Komisi III DPR Gede Pasek Suardika membantah draf revisi UU KPK sebagai upaya pelemahan KPK.

(NTA/NWO/BIL/APO/LOK/ATO/COK/ANA)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com