Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pembentukan Dewan Pengawas KPK Dinilai Tak Efisien

Kompas.com - 27/09/2012, 17:57 WIB
Sandro Gatra

Penulis

 

JAKARTA, KOMPAS.com - Rencana pembentukan Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi dinilai tidak perlu. Jika usulan itu direalisasikan, pembentukan dewan pengawas itu hanya akan memboroskan keuangan negara. Pasalnya, KPK selama ini sudah diawasi oleh berbagai pihak.

Penilaian itu disampaikan Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Dimyati Natakusuma dan aktivis Indonesia Corruption Watch Emerson Yunto saat diskusi di Gedung Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (27/9/2012).

Keduanya menyikapi revisi Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK yang tengah dibahas di Badan Legislasi DPR. Dalam draf revisi usulan Komisi III DPR, terdapat usulan pembentukan Dewan Pengawas KPK.

Emerson mengatakan, di internal KPK sudah ada tim pengawas internal dan penasihat. Ada pula dewan kode etik yang bisa dibentuk jika ada masalah di internal. Adapun di eksternal, kata dia, kerja KPK terus diawasi oleh publik.

Ada pula audit yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan. "Ada juga Komisi III yang selalu marah-marah kalau rapat sama KPK," kata Emerson.

Dimyati menambahkan, lembaga penegak hukum lain juga ikut mengawasi KPK. Dengan demikian, kata dia, pembentukan Dewan Pengawasan itu tidak efisien. "Bakal boros," pungkasnya.

Dalam draf RUU revisi UU KPK, Dewan Pengawas diatur dalam Bab VA. Disebutkan, Dewan Pengawas adalah lembaga independen yang mengawasi pelaksanaan tugas dan wewenang KPK. Dewan itu juga dapat menggelar sidang untuk memeriksa dugaan pelanggaran kode etik oleh pimpinan KPK.

Tugas lain, melakukan evaluasi kinerja pimpinan KPK secara berkala setiap tahun. Selain itu, menerima dan menindaklanjuti laporan masyarakat mengenai dugaan pelanggaran kode etik oleh pimpinan KPK. Hasil kerja Dewan itu lalu dilaporkan secara berkala kepada presiden.

Dalam draf revisi diatur pula persyaratan menjadi anggota Dewan Pengawas, tahapan seleksi, penetapan, hingga pemberhentian.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

Nasional
Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com