Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kejaksaan agar Acu UU

Kompas.com - 19/09/2012, 01:53 WIB

Jakarta, Kompas - Kejaksaan Agung diminta patuh kepada Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi dalam menindaklanjuti berkas kasus dugaan korupsi pengadaan alat simulasi berkendara di Korps Lalu Lintas Polri yang telah diserahkan polisi.

Berdasarkan Pasal 50 Ayat 3 Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi, kewenangan penanganan kasus Korlantas ada di KPK. Polisi tidak punya kewenangan menyidik kasus itu.

”Dari sini jelas, kejaksaan harus patuh kepada undang-undang sehingga harus mengembalikan berkas perkara yang dikirim kepolisian. Apalagi, penyidikan yang dilakukan Polri punya potensi konflik kepentingan dan dikhawatirkan bisa melindungi perwira-perwira tinggi,” kata anggota Badan Pekerja Indonesia Corruption Watch, Febri Diansyah, Selasa (18/9) di Jakarta.

Jaksa Agung Basrief Arief secara terpisah mengatakan, Kejagung tengah meneliti berkas kasus dugaan korupsi di Korlantas yang diajukan penyidik Polri. Di akhir penelitian, tim peneliti akan memberikan pendapat yang menentukan apakah kasus itu dilanjutkan prosesnya oleh Kejagung atau dikembalikan kepada Polri.

”Sudah masuk di pidsus (bagian pidana khusus). Sudah ada timnya,” kata Basrief Arief di Kantor Presiden.

Akhiri konflik

Menurut pakar hukum pidana dari Universitas Indonesia, Indriyanto Seno Adji, sebagai jalan tengah untuk mengakhiri konflik KPK dan Polri, sebaiknya kedua institusi tersebut menyerahkan proses penuntutan kepada Jaksa Agung sebagai penuntut umum tertinggi.

Sementara menurut pakar hukum tata negara Universitas Andalas, Saldi Isra, Presiden perlu turun tangan menengahi konflik KPK dan Polri. Tanpa putusan Presiden, penanganan kasus tersebut dikhawatirkan bakal berlarut-larut sehingga bertentangan dengan kepastian hukum.

”Ini bukan intervensi hukum. Justru merupakan kewajiban Presiden sebagai kepala negara untuk menengahi konflik yang terjadi pada institusi di bawahnya,” katanya.

Tetap menyidik

KPK menyatakan bahwa penanganan penyidikan kasus Korlantas bukan balapan antara KPK dan Polri. KPK tidak akan terpengaruh dengan apa yang sudah dilakukan Polri dalam menangani kasus tersebut. Meskipun demikian, KPK tetap menunggu sikap kejaksaan dalam penanganan kasus ini.

Juru Bicara KPK Johan Budi SP mengatakan, KPK tetap menetapkan empat tersangka dalam kasus ini. Mereka adalah mantan Kepala Korlantas Djoko Susilo, mantan Wakil Kepala Korlantas Didik Purnomo, dan dua rekanan pengadaan alat simulasi, Budi Susanto dan Sukotjo Bambang. Meski Didik, Budi, dan Sukotjo ditetapkan sebagai tersangka oleh Polri, KPK tak akan menghentikan penyidikan kasus ini.

”KPK tidak bisa mengeluarkan SP3 (surat perintah penghentian penyidikan). Namun, KPK bisa melakukan supervisi, mengambil alih, dan melimpahkan kasus ini,” kata Johan.

Johan mengatakan, KPK masih fokus untuk menangani tersangka Djoko Susilo. Kemarin KPK memeriksa Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Herry Purnomo dalam kaitan penyidikan kasus korupsi di Korlantas. ”Progresnya sih untuk tersangka DS,” kata Johan.

Seusai diperiksa, Herry mengatakan, dia ditanya oleh penyidik KPK seputar proses penetapan pagu penerimaan negara bukan pajak (PNBP). ”Secara umum termasuk juga proses bagaimana PNBP itu bisa dipergunakan oleh kementerian/lembaga, khususnya Polri,” kata Herry.

Dia mengatakan, pemanfaatan daftar isian pelaksanaan anggaran dari PNBP di Polri sekitar 90 persen.

Menurut Herry, PNBP untuk Polri lebih dari Rp 3 triliun.

(ato/bil/nwo/faj)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com