Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Miranda: Jaksa KPK Korupsi Fakta Persidangan

Kompas.com - 17/09/2012, 22:05 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Terdakwa kasus dugaan suap cek perjalanan, Miranda S Goeltom mengatakan bahwa tim jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi telah mengorupsi fakta persidangan dalam menyusun tuntutan atas perkaranya.

Hal tersebut disampaikan Miranda saat membacakan nota pembelaan atau pledoi pribadinya yang berjudul "Mengapa Saya Jadi Tersangka?" dalam persidangan yang berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (17/9/2012).

Nota pembelaan tersebut menanggapi tuntutan JPU KPK yang meminta majelis hakim menjatuhkan vonis empat tahun penjara ditambah denda Rp 150 juta, karena jaksa meyakini Miranda terbukti bersama-sama menyuap anggota DPR 1999-2004 untuk memuluskan langkahnya dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia 2004.

Sementara menurut Miranda, tim jaksa KPK hanya berpatokan pada asumsi dan imajinasinya dalam menyusun tuntutan tersebut. Miranda pun meminta majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang mengadili perkaranya agar membebaskan dirinya dari tuntutan hukum.

"Dengan segala kerendahan hati, saya memohon agar majelis hakim mengambil keputusan dengan mempertimbangkan hukum dan hati nurani," katanya.

Dalam pledoinya, Miranda menjabarkan contoh kesimpulan jaksa yang menurutnya telah mengorupsi, menghilangkan, atau mengaburkan fakta persidangan. Pertama, terkait dengan kesimpulan jaksa yang mengatakan bahwa Miranda pernah meminta Nunun mempertemukannya dengan anggota DPR di kediaman Nunun di Jalan Cipete Raya, Jakarta sebelum uji kelayakan dan kepatutan calon DGS BI 2004.

Dalam tuntutannya, jaksa menyebut pertemuan itu diikuti Miranda, dan anggota DPR 1999-2004, yakni Hamka Yandhu, Paskah Suzetta, dan Endin Soefihara. Kemudian di akhir pertemuan tersebut Nunun mengaku mendengarkan ada yang berkata "ini bukan proyek thank you ya" yang artinya ini bukan proyek gratis.

Sedangkan Miranda menilai, kesimpulan jaksa itu hanya didasarkan pada keterangan Nunun seorang. Sementara Paskah, Hamka, dan Endin mengatakan bahwa pertemuan itu tidak pernah ada.

"Saksi mengatakan tidak tahu rumah Nunun, tidak pernah di Cipete," katanya.

Selain itu, menurut Miranda, jaksa terlalu memaksakan diri dengan menyimpulkan kalau keterangan Nunun itu didukung kesaksian kepala rumah tangga Nunun, Lini Suparni. Adapun Lini yang saat itu membenarkan Miranda pernah bertamu ke rumah Nunun, tidak mengetahui persis kapan kunjungan itu dilakukan Miranda.

"Apakah awal April 2004 ataukah jauh sebelum waktu itu," ucap Miranda.

Apalagi, tambahnya, Lini mengaku tidak melihat ada anggota DPR yang datang ke rumah Nunun.

Kedua, lanjut Miranda, terkait kesimpulan jaksa KPK yang didasari keterangan mantan anggota DPR Fraksi PDI Perjuangan Agus Condro. Saat bersaksi untuk Miranda, Agus mengaku mendengar ketua fraksinya saat itu, yakni Tjahjo Kumolo mengatakan bahwa Miranda bersedia menyiapkan uang Rp 300 juta hingga Rp 500 juta terkait pemenangan Miranda sebagai DGS BI 2004.

Miranda menilai, keterangan Agus ini tidak dapat diperhitungkan sebagai bukti hukum karena tidak didukung keterangan saksi lain. Apalagi, Tjahjo Kumolo saat bersaksi dalam persidangan mengaku tidak pernah mengatakan kalau Miranda bersedia mengucurkan uang.

Ketiga, menurut Miranda, jaksa telah memelintir keterangan saksi Hamka Yandhu yang mengatakan tidak ada hubungan pemberian cek perjalanan dengan Miranda.

"Berdasarkan surat tuntutan terhadap saya, ternyata tidak disusun berdasarkan bukti dan fakta yang terungkap di persidangan karena Hamka menyatakan tidak tahu," tambahnya.

Namun, menurut Miranda, jaksa KPK malah mengatakan, sesuai dengan keterangan Agus dan Hamka, cek perjalanan yang diterimanya berhubungan dengan Miranda.

Dia melanjutkan, semua saksi dalam persidangan, yakni Hamka, Paskah, Endin, Udju, Nunun, Darsup Yusuf, Suyitno, Arie Malangjudo tidak pernah sama sekali menyebutkan bahwa cek perjalanan diberitakan atas perintah atau permintaan Miranda, uang Miranda, atau diketahui Miranda.

Pengajar di Universitas Indonesia itu pun mengibaratkan perkaranya ini dengan pertandingan tinju Mohammad Ali melawan Joe Frazier.

"Di mana ada penonton yang bertaruh, siapa yang menjadi pemenang kemudian yang bertaruh ditangkap dan diperiksa polisi, kemudian dihadapkan ke persidangan, apakah Mohammad Ali dan Joe yang menjadi objek taruhan dapat dipersalahkan sebagai subjek yang bertanggung jawab terhadap perbuatan penonton yang bertaruh? Tidak masuk akal kan?" ucap Miranda.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Indonesia Usulkan Makan Siang Gratis jadi Program Satgas Global Melawan Kelaparan dan Kemiskinan

    Indonesia Usulkan Makan Siang Gratis jadi Program Satgas Global Melawan Kelaparan dan Kemiskinan

    Nasional
    Laporan BPK 2021: Tapera Tak Kembalikan Uang Ratusan Ribu Peserta Senilai Rp 567 M

    Laporan BPK 2021: Tapera Tak Kembalikan Uang Ratusan Ribu Peserta Senilai Rp 567 M

    Nasional
    Mundur sebagai Wakil Kepala Otorita IKN, Dhony Rahajoe Sampaikan Terima Kasih ke Jokowi

    Mundur sebagai Wakil Kepala Otorita IKN, Dhony Rahajoe Sampaikan Terima Kasih ke Jokowi

    Nasional
    KPU Dianggap Bisa Masuk Jebakan Politik jika Ikuti Putusan MA

    KPU Dianggap Bisa Masuk Jebakan Politik jika Ikuti Putusan MA

    Nasional
    Ketika Kepala-Wakil Kepala Otorita IKN Kompak Mengundurkan Diri ...

    Ketika Kepala-Wakil Kepala Otorita IKN Kompak Mengundurkan Diri ...

    Nasional
    KPU Diharap Tak Ikuti Putusan MA Terkait Usia Calon Kepala Daerah

    KPU Diharap Tak Ikuti Putusan MA Terkait Usia Calon Kepala Daerah

    Nasional
    Adam Deni Hadapi Sidang Vonis Kasus Pencemaran Ahmad Sahroni Hari Ini

    Adam Deni Hadapi Sidang Vonis Kasus Pencemaran Ahmad Sahroni Hari Ini

    Nasional
    Pentingnya Syarat Kompetensi Pencalonan Kepala Daerah

    Pentingnya Syarat Kompetensi Pencalonan Kepala Daerah

    Nasional
    Nasihat SBY untuk Para Pemimpin Setelah 2014

    Nasihat SBY untuk Para Pemimpin Setelah 2014

    Nasional
    Dulu Jokowi Tak Setujui Gibran Jadi Cawapres, Bagaimana dengan Kaesang pada Pilkada Jakarta?

    Dulu Jokowi Tak Setujui Gibran Jadi Cawapres, Bagaimana dengan Kaesang pada Pilkada Jakarta?

    Nasional
    [POPULER JABODETABEK] Pedagang Pelat Mengaku Enggan Terima Pesanan Pelat Nomor Palsu | Warga Sebut Tapera Hanya Mempertimbangkan Kebutuhan Pemerintah

    [POPULER JABODETABEK] Pedagang Pelat Mengaku Enggan Terima Pesanan Pelat Nomor Palsu | Warga Sebut Tapera Hanya Mempertimbangkan Kebutuhan Pemerintah

    Nasional
    [POPULER NASIONAL] Kepala dan Wakil Kepala Otorita IKN Mundur | Tugas Baru Budi Susantono dari Jokowi

    [POPULER NASIONAL] Kepala dan Wakil Kepala Otorita IKN Mundur | Tugas Baru Budi Susantono dari Jokowi

    Nasional
    Tanggal 7 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 7 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Kejagung Periksa Adik Harvey Moeis Jadi Saksi Kasus Korupsi Timah

    Kejagung Periksa Adik Harvey Moeis Jadi Saksi Kasus Korupsi Timah

    Nasional
    SYL Mengaku Bayar Eks Jubir KPK Febri Diansyah Jadi Pengacara dengan Uang Pribadi

    SYL Mengaku Bayar Eks Jubir KPK Febri Diansyah Jadi Pengacara dengan Uang Pribadi

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com