Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Zona Integritas, Pencitraan, dan Slogan Politik

Kompas.com - 17/09/2012, 01:55 WIB

Pencanangan zona integritas di lembaga-lembaga pemerintah selama sebagai bentuk penerapan pakta integritas dalam rangka percepatan pemberantasan korupsi seolah sekadar menjadi kegiatan seremonial. Kenyataannya, kasus korupsi terus bermunculan.

Hal tersebut terjadi, menurut Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia Teten Masduki, Rabu (12/9) di Jakarta, karena pakta integritas belum menjadi bagian dari reformasi birokrasi.

”Pakta integritas dan reformasi birokrasi tidak akan jalan selama masih banyak pejabat kotor menduduki jabatan-jabatan penting,” katanya.

Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Bidang Kebijakan Publik, Fiskal, dan Moneter Hariyadi B Sukamdani mengatakan, pakta integritas juga pernah dilakukan kalangan pengusaha dalam wadah Kadin Indonesia. Namun, pakta integritas tidak menjadi kesadaran kolektif ataupun personal di lingkungan kementerian/lembaga untuk menghindari korupsi.

Kenyataannya, kata Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia Sofjan Wanandi, pengurusan izin masih saja menggunakan uang pelicin. Di satu sisi pengusaha ingin cepat memulai usaha, di lain sisi ada peluang bagi oknum pegawai pemerintah untuk bermain-main dengan dalih mempercepat proses perizinan.

Salah satu contoh kasus adalah pengeluaran izin pengelolaan pariwisata alam (IPPA). Menteri Kehutanan MS Kaban, 29 Mei 2009, mengeluarkan IPPA Taman Wisata Alam (TWA) Tangkubanparahu, Jawa Barat, kepada PT Graha Rani Putra Persada (GRPP). Namun, pada 12 Agustus 2010, Menhut Zulkifli Hasan, penggantinya, menilai, prosedur perizinan PT GRPP belum lengkap.

”Izin prinsip pengelolaan perusahaan itu belum disertai rekomendasi dari Gubernur Jabar,” ujar Zulkifli saat meninjau TWA Tangkubanparahu yang berlokasi di Kabupaten Bandung Barat dan Subang, bersama Gubernur Jabar Ahmad Heryawan.

Heryawan menguatkan, pihaknya memang tidak pernah mengeluarkan izin rekomendasi kepada PT GRPP. Zulkifli pun berjanji, persoalan pengelolaan Tangkubanparahu akan selesai tahun itu juga.

Dirut PT GRPP Putra Kaban menolak berkomentar seusai peninjauan Zulkifli itu. Namun, ia mengimbau pemerintah untuk konsisten dan tidak mempersulit investor dalam mengembangkan usaha.

Pada 11 Oktober 2010, Zulkifli mencabut hak pungut tiket PT GRPP di TWA Tangkubanparahu dan mengalihkan ke Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Barat. Namun, hingga awal Agustus 2012 kawasan itu masih dikelola GRPP. Bak pepatah ”anjing menggonggong kafilah berlalu”, SK pencabutan itu hanya macan kertas dari sebuah pencitraan politik.

Acil Bimbo, tokoh Jabar, pun prihatin dengan pembiaran yang dilakukan pemerintah di kawasan hutan Bandung Utara itu.

Karena itu, ketika zona Integritas menuju wilayah bebas korupsi di lingkungan Kementerian Kehutanan diluncurkan 11 September 2012, sejumlah kalangan mempertanyakan. Peluncuran zona integritas itu dinilai baru merupakan slogan-slogan politik dan pencitraan.

”Pada dasarnya, saya melihat tidak terjadi perubahan terhadap sikap mental birokrasi yang ada di lingkungan Kemenhut,” ujar praktisi kehutanan Agung Nugraha.

Reformasi birokrasi dan percepatan pemberantasan korupsi di Kemenhut dilakukan dengan sejumlah prestasi, antara lain perbaikan pelayanan perizinan pemanfaatan hutan alam, hutan tanaman industri, pelepasan kawasan, dan pinjam pakai kawasan secara online.

Menurut Teten, pakta integritas dan reformasi reformasi birokrasi tidak bisa berjalan sendiri-sendiri. Pakta integritas harus menjadi bagian dari reformasi birokrasi. Kenyataannya, reformasi di Indonesia tidak jalan karena disandera oleh penyegaran pejabat eselon tertentu. Para pejabat lama harus ”diparkir” supaya tidak melakukan sabotase perubahan.

Menurut Hariyadi, banyaknya praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme karena kultur dalam kementerian/lembaga sulit diubah.

Jadi, pakta integritas seharusnya dimaknai sebagai perubahan untuk menjadi baik, bukan sekadar seremonial.

(Dedi Muhtadi/Osa Triyatna)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com