Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Setelah Rencana Polisi Menarik Penyidik

Kompas.com - 17/09/2012, 01:53 WIB

Semua pihak, baik Presiden, anggota legislatif, maupun penegak hukum, meneriakkan pemberantasan korupsi hingga ke akar-akarnya. Namun, ketika pemberantasan korupsi mulai gencar dilakukan, Komisi Pemberantasan Korupsi justru dilemahkan oleh berbagai pihak.

Semua tahu, KPK, dalam hening, tengah gencar memberantas korupsi. Praktik korupsi yang semula hanya jadi pergunjingan kini diungkap. Puluhan anggota DPR didakwa dalam kasus cek pelawat. Badan Anggaran juga ditelisik.

Sejumlah kepala daerah, hakim, jaksa, dan pegawai pajak berturut-turut ditangkap KPK. Korupsi oleh pengurus partai politik mulai terkuak. Sejumlah pengurus teras Partai Demokrat dicokok satu persatu. Ada M Nazaruddin, Angelina Sondakh, hingga Siti Hartati Murdaya. Parpol lain juga terkena sepak terjang KPK.

Paling mencengangkan, dalam heningnya, KPK menelisik korupsi pengadaan alat simulasi untuk ujian SIM di Korps Lalu Lintas Polri. KPK menetapkan Kepala Korlantas saat itu, Irjen Djoko Susilo, sebagai tersangka.

Harapan muncul dengan kerja KPK. Korupsi yang menggurita bisa diberangus. Kekecewaan terhadap kepolisian dan kejaksaan yang lamban dan sarat kepentingan sedikit terobati dengan kerja KPK.

KPK memang tidak sempurna. Namun, untuk pemberantasan korupsi, KPK melampaui kerja kepolisian dan kejaksaan.

KPK tidak hanya lebih berintegritas, transparan, dan akuntabel, tetapi juga lebih cekatan dan lebih responsif dibandingkan kepolisian dan kejaksaan. Perkara korupsi yang besar dan rumit disidik dan diajukan ke pengadilan tak lebih dari tiga bulan. Bandingkan dengan Kejaksaan Agung yang penanganan perkaranya memakan waktu lebih dari enam bulan, bahkan mangkrak tahunan.

Padahal, penyidik KPK hanya 87 orang dan harus bekerja full speed karena kasus yang tengah ditangani KPK sekitar 70 kasus.

KPK juga lebih berkomitmen dan responsif. Ukurannya, bisa dilihat dari respons penegak hukum terhadap laporan hasil analisis (LHA) PPATK yang berisi transaksi-transaksi keuangan mencurigakan berindikasi korupsi. Hingga Juli 2012, KPK menerima 283 LHA, dan semua langsung ditindaklanjuti KPK. Periode yang sama, polisi hanya merespons 43 persen LHA. Paling parah yakni kejaksaan yang hanya merespons 2 persen.

Namun, di tengah gencarnya sepak terjang KPK dan tumbuhnya harapan rakyat, serangan dan pelemahan terhadap KPK tidak pernah surut. Rencana DPR merevisi UU No 30 Tahun 2002 tentang KPK dinilai hanya untuk melemahkan KPK. Kewenangan KPK akan dipangkas.

KPK tidak diperbolehkan merekrut penyidik sendiri karena KPK lembaga ad hoc.

Rencana revisi lain adalah penyadapan harus minta izin tertulis dari ketua pengadilan negeri. Kewenangan KPK melakukan penuntutan dikembalikan ke kejaksaan. Padahal, kewenangan-kewenangan itu yang membuat KPK diapresiasi.

Tanggal 12 Juni 2008, KPK minta tambahan dana untuk pembangunan gedung senilai Rp 187,9 miliar. Komisi III DPR hingga kini tidak setuju. Kini, jumlah pegawai KPK 714 orang. Beberapa tahun ke depan akan ditingkatkan menjadi 1.394 orang. Ruang tahanan pun sudah nyaris penuh.

Penolakan ini membuat KPK pontang-panting mencari tempat atau gedung milik instansi lain. Karena mendesak, KPK pinjam Rutan TNI di lingkungan Kodam Jaya.

Terbaru, Polri menolak perpanjangan 20 penyidiknya di KPK. Jumlah yang besar mengingat total penyidik 87 orang.

Penarikan 20 penyidik jelas akan melemahkan KPK. Untuk mendapatkan ganti 20 penyidik tersebut, tentu harus melalui proses panjang.

Jika polisi punya niat baik memberantas korupsi, permintaan perpanjangan dari KPK akan diterima. Untuk penarikan penyidik ini, KPK dan polisi tengah mencari penyelesaian. Hasilnya bisa jadi bekal untuk membuat penilaian.

(M Fajar Marta)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com