JAKARTA, KOMPAS.com — Status polisi wanita (polwan) dalam tubuh Polri dinilai masih memprihatinkan. Seperti juga nasib perempuan di sektor publik lain, masih terdapat problem diskriminasi dan subordinasi terhadap polwan.
"Ini menjadi tantangan perjuangan polwan saat memperingati HUT ke-62 polwan pada 10 September 2012," kata anggota Komisi III DPR, Eva Kusuma Sundari, Rabu (12/9/2012) di Jakarta.
Menurut politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan tersebut, meski sejak tahun 2000 Polri sudah dilepaskan dari TNI dan menjadi organisasi sipil, tetapi komposisi polwan secara keseluruhan masih kecil. Terdapat 13.926 polwan atau setara dengan 3,7 persen, dengan hanya ada seorang (0,01 persen) perwira tinggi dengan sebaran total perwira 27,1 persen dan bintara 72,8 persen.
Karenanya, menurut Eva, Fraksi PDI-P meminta keseriusan dan konsistensi Kepala Polri untuk mendukung hak asasi polwan sehingga Polri semakin akuntabel sebagai lembaga negara yang tugas pokok dan fungsinya untuk melindungi hak asasi manusia rakyat.
"Fraksi PDI-P juga mendesak Kepala Polri untuk segera menandatangani Peraturan Kepala Polri tentang Kesetaraan Jender sebagai langkah awal reformasi kultural dalam lembaga Polri," ungkap Eva.
Ia berpendapat, jika perekrutan tetap menggunakan pola saat ini, yaitu ada kuota tapi kecil, yakni hanya 3 persen hingga 5 persen, atau atas pertimbangan untuk mengganti jumlah yang pensiun; jumlah polwan tidak akan pernah mencapai angka kritis untuk mewujudkan kesetaraan jender di Polri, yaitu 30 persen. Hal ini menunjukkan bahwa Polri tidak responsif dan mengantisipasi kebutuhan akan penyidik-penyidik perempuan sebagaimana tuntutan Undang-Undang (UU) Kekerasan dalam Rumah Tangga, UU Perlindungan Anak, UU Tindak Pidana Perdagangan Orang, ataupun UU Sistem Pengadilan Anak.
Eva mengemukakan, dalam berbagai pidato, baik Kepala Polri maupun Wakil Kepala Polri selalu menyatakan tidak ada diskriminasi terhadap polwan dan menuntut polwan untuk berkompetisi dengan polisi pria. Akan tetapi, kebijakan pengerahan yang diterapkan untuk polwan, misalnya selalu polwan diberi penugasan non-operasional, sehingga polwan sering berkapasitas tidak sebanding dengan polisi pria dan kalah terus ketika berkompetisi.
"Anehnya, dalam situasi demikian Kepala Polri justru menunda untuk menandatangani Peraturan Kepala Polri untuk Kesetaraan Jender sehingga seolah situasi ketimpangan tersebut dibiarkan berlanjut," tutur Eva.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.