Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Miranda Minta Jaksa Hadirkan Tjahjo Kumolo sebagai Saksi

Kompas.com - 29/08/2012, 14:17 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Tim pengacara Miranda S Goeltom meminta tim jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi berani menghadirkan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Tjahjo Kumolo sebagai saksi dalam persidangan kasus dugaan suap cek perjalanan pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (DGS BI) 2004.

Kesaksian Tjahjo dianggap penting untuk membuktikan keterangan Agus Condro yang mengaku mendengar Tjahjo pernah mengatakan bahwa Miranda bersedia mengucurkan uang Rp 300 juta hingga Rp 500 juta terkait pemilihan DGS BI 2004.

"Jaksa berkewajiban hadirkan Tjahjo untuk mendengarkan apakah benar Tjahjo menyatakan demikian, tidak ada saksi-saksi lain yang mengatakan hal itu kecuali Agus Condro. Sebenarnya menurut hukum acara, kewajiban jaksa. Jaksa harus berani menghadirkan Tjahjo untuk dapat kebenaran materiil, bukan asumsi," kata salah satu pengacara Miranda, Dodi Abdul Kadir seusai persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (29/8/2012).

Permintaan untuk menghadirkan Tjahjo sebagai saksi tersebut sudah disampaikan tim pengacara Miranda dalam persidangan yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Gusrizal.

Menanggapi permintaan ini, tim jaksa KPK dalam persidangan mengaku tidak dapat menghadirkan Tjahjo sebagai saksi karena politikus PDI-Perjuangan itu tidak diperiksa dalam proses penyidikan di KPK. "Tjahjo tidak menjadi saksi, silahkan saja penasehat hukum jika ingin menghadirkan," kata ketua tim jaksa penuntut umum, Supardi.

Sementara tim pengacara Miranda tetap bersikukuh meminta majelis hakim agar memerintahkan jaksa menghadirkan Tjahjo. Menanggapi permintaan ini, hakim Gusrizal mengatakan akan mempertimbangkannya.

Pengacara Miranda yang lain, Andi Simangungsong mengecam penyidik KPK karena tidak memeriksa Tjahjo dalam proses penyidikan. "Harusnya melalui metode penyidikan, apabila hanya menyebut ucapan seseorang, kewajiban penyidik panggil Tjahjo dan masukkan keterangannya dalam BAP (berita acara pemeriksaan)," ujarnya.

Tindakan penyidik KPK yang tidak memeriksa Tjahjo tersebut, katanya, menunjukkan proses penyidikan yang tidak objektif, tendensius, dan cenderung merekayasa dengan sengaja menjerat Miranda.

Dodi menambahkan, keterangan Agus Condro yang mendengar Tjahjo mengatakan bahwa Miranda bersedia membayar Rp 300 juta hingga Rp 500 juta itu sedianya tidak dapat dijadikan dasar pertimbangan hakim dalam mengadili perkara Miranda. "Secara hukum, keterangan Agus itu testimonium de auditu, keterangan yang tidak didengar langsung tapi dari orang lain," ujarnya.

Dengan demikian, keterangan Agus Condro yang menurutnya tidak didukung keterangan saksi lain itu tidak dapat dijadikan bukti oleh jaksa KPK. Menurut Dodi, selain Agus, tidak ada saksi lain yang mendengar Tjahjo mengatakan bahwa Miranda bersedia menyiapkan uang.

Anggota DPR 1999-2004 dari Fraksi PDI-Perjuangan yang lain, Dudhie Makmun Murod saat bersaksi untuk Miranda hari ini mengaku tidak pernah mendengar Tjahjo mengatakan Miranda sanggup menyediakan uang Rp 300 juta hingga Rp 500 juta.

Saat bersaksi dalam persidangan di Pengadilan Tipikor beberapa waktu lalu, Agus Condro mengaku mendengar ada uang Rp 300 juta hingga Rp 500 juta yang disipakan Miranda. Rencana kucuran uang dari Miranda itu didengar Agus dalam rapat kelompok fraksi (poksi) PDI-Perjuangan di Komisi IX, sebelum uji kelayakan dan kepatutan calon DGS BI 2004.

"Saat itu pimpinan, Tjahjo Kumulo, mengatakan Miranda bersedia kasih Rp 300 juta. Tapi, kalau kita minta Rp 500 juta, dia (Miranda) tidak keberatan," ujar Agus (9/8/2012). Adapun Tjahjo menjadi pimpinan fraksi PDI-Perjuangan saat itu.

Agus mengungkapkan, Fraksi PDI-P sepakat untuk memilih Miranda sebagai Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia 2004. Selain ungkapan Tjahjo, Agus mendengar celetukan rekan separtainya yang juga menyinggung soal uang dari Miranda. "Kata teman saya itu, kalau dia bisa menyiapkan Rp 500 juta, kenapa kita minta Rp 300 juta? Bodoh itu," tutur Agus menirukan teman separtainya itu.

Adapun Miranda didakwa menyuap anggota DPR 1999-2004 terkait pemilihannya sebagai DGS BI 2004. Miranda bersama-sama Nunun Nurbaeti atau masing-masing bertindak sendiri, memberi cek perjalanan Bank Internasional Indonesia (BII) senilai Rp 20,8 miliar melalui Ari Malangjudo ke anggota DPR 1999-2004, antara lain Hamka Yandhu (Fraksi Partai Golkar), Dudhie Makmun Murod (Fraksi PDI-P), dan Endin Soefihara (Fraksi PPP).

Cek Perjalanan senilai Rp 20,8 miliar tersebut merupakan bagian dari total 480 cek perjalanan BII senilai Rp 24 miliar. Kasus dugaan suap cek perjalanan yang terungkap sejak tahun 2008 ini berawal dari "nyanyian" Agus Condro. Mantan politisi PDI-P itu mengaku terima sejumlah cek perjalanan yang ia duga terkait dengan pemenangan Miranda sebagai Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia 2004.

Sebanyak lebih dari 30 anggota DPR 1999-2004 yang menerima cek perjalanan, termasuk Agus, sudah dihukum. Demikian juga dengan Nunun Nurbaeti yang dianggap terbukti sebagai penyuap.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya 'Clean and Clear'

    Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya "Clean and Clear"

    Nasional
    Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

    Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

    Nasional
    Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada 'Presidential Club'

    Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada "Presidential Club"

    Nasional
    Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

    Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

    Nasional
    “Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

    “Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

    Nasional
    Soal Orang 'Toxic' Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

    Soal Orang "Toxic" Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

    Nasional
    Cak Imin Harap Pilkada 2024 Objektif, Tak Ada “Abuse of Power”

    Cak Imin Harap Pilkada 2024 Objektif, Tak Ada “Abuse of Power”

    Nasional
    Tanggal 7 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 7 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

    Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

    Nasional
    Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

    Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

    Nasional
    Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

    Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

    Nasional
    Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

    Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

    Nasional
    Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

    Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

    Nasional
    Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

    Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

    Nasional
    Bupati Sidoarjo Berulang Kali Terjerat Korupsi, Cak Imin Peringatkan Calon Kepala Daerah Tak Main-main

    Bupati Sidoarjo Berulang Kali Terjerat Korupsi, Cak Imin Peringatkan Calon Kepala Daerah Tak Main-main

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com