Politisi Partai Demokrat itu kini mendekam di Rumah Tahanan Pondok Bambu sebagai tersangka dugaan penerimaan suap terkait pembahasan anggaran di Kementerian Pemuda dan Olahraga serta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
”Dari kasus penerimaan suap oleh AS (Angelina Sondakh), ada perkembangan menarik yang kami peroleh dari laporan PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan). Ini akan dikembangkan KPK. Jadi, KPK belum berhenti pada penetapan AS sebagai tersangka,” kata Juru Bicara KPK Johan Budi, di Jakarta, Senin (27/8).
Johan mengakui, KPK menerima 18 laporan hasil analisis (LHA) transaksi mencurigakan yang diberikan PPATK. Sebagian dari LHA itu merupakan permintaan KPK saat mengusut kasus korupsi yang terkait dengan keterlibatan anggota Banggar DPR. Sebagian lagi merupakan LHA yang diserahkan PPATK terkait beberapa transaksi mencurigakan yang diduga mengandung unsur pidana korupsi.
”Jumlah transaksi (mencurigakan) cukup banyak. Saya tidak tahu persis karena tidak diberi informasi soal jumlahnya. Tetapi ada 18 LHA yang sudah kami terima dari PPATK,” katanya.
Terkait kasus Angelina, Johan mengatakan, adanya LHA dari PPATK di seputar kasus korupsi pembahasan anggaran Kemenpora dan Kemdikbud, akan memudahkan KPK untuk menggunakan pasal-pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU). ”Sangat terbuka dalam kasus korupsi AS digunakan pasal-pasal TPPU,” kata Johan.
Kompas pekan lalu mendapatkan informasi seputar LHA transaksi mencurigakan milik anggota Banggar DPR berinisial MA. LHA tersebut telah diserahkan oleh PPATK ke KPK. Data tersebut memuat sejumlah informasi terkait aliran dana dari MA kepada beberapa orang, termasuk yang diberikan kepada TT.
Aliran dana dari MA kepada TT tercatat pernah dilakukan pada pertengahan 2011 sebesar
Johan tidak menjawab saat dikonfirmasi soal data LHA transaksi mencurigakan milik MA. Namun, dia memastikan semua transaksi mencurigakan terkait kasus korupsi di Banggar DPR yang ditangani KPK, telah dimintakan ke PPATK.