Wakil Ketua Komisi I Tb Hasanuddin, Kamis (23/8) di Jakarta, mengatakan, dalam rapat itu, Komisi I mendapat penjelasan dari tim kecil yang ditunjuk Komisi I bahwa, pertama, TNI tidak jadi membeli tank bekas dari Belanda seharga 2,5 juta Euro per unit. Keputusan akhir adalah membeli tank baru dari Jerman seharga 700.000-1,5 juta Euro. Kedua, pembelian murni dari pemerintah ke pemerintah.
”Ketiga, tonase yang dipilih yang berbobot 40 ton, alias tank medium,” kata Tb Hasanuddin. Menurut Hasanuddin, dengan adanya berbagai masukan tim kecil ini, berarti pertanyaan Komisi I terjawab.
Sebelumnya, DPR mengkritisi rencana pembelian MBT Leopard 63 ton karena dianggap tidak sesuai dengan geografi Indonesia dan tidak tertera di rencana strategis pengadaan alat utama sistem persenjataan (alutsista). Adanya perjanjian transfer teknologi juga membuat Komisi I menganggap tidak ada hambatan lagi dalam pengadaan tersebut.
Namun, hal ini mendapat tentangan dari TNI AD. Kepala Dinas Penerangan TNI AD Brigjen Sisriadi mengatakan, proses pengadaan MBT itu berasal dari telaah kebutuhan TNI AD yang dilakukan sejak 2006.
”Yang melakukan studi itu adalah mereka yang bertempur sehingga pertimbangan itu dari strategi, kondisi alam, sampai harga dan lingkungan strategis,” katanya.
Dari hasil pengkajian itu, disimpulkan tank yang paling sesuai dari segi kebutuhan dan kualitas adalah MBT Leopard. ”TNI AD beri masukan ke Mabes TNI bahwa yang paling bagus itu MBT Leopard. Sesuai dengan definisinya, MBT adalah jenis tank besar yang berukuran di atas 60 ton,” kata Sisriadi.
Karena itu, ia mempertanyakan tonase 40 ton yang disetujui DPR. ”Tidak ada Leopard yang beratnya 40 ton dan tidak ada MBT yang beratnya di bawah 60 ton,” katanya.
Pemerintah mengalokasikan anggaran pertahanan pada R-APBN 2013 tertinggi di antara kementerian lainnya, yaitu Rp 77,7 triliun. Meskipun demikian, menurut pengamat militer Connie Rahakundini Bakrie, jumlah itu belum mencukupi.
Dengan luasan wilayah Indonesia dan potensi masalah keamanan perairan di masa depan, menurut Connie, idealnya anggaran pertahanan Rp 350 triliun. Anggaran pertahanan yang ideal seharusnya dapat dipenuhi pemerintah. Hal ini mengingat jumlah itu setara dengan anggaran pemilu yang selalu dapat dipenuhi pemerintah.
Dia mengatakan, anggaran pertahanan ideal yang hampir 5,7 persen dari produk domestik bruto tersebut hanya dianggarkan sekali, selanjutnya diturunkan bertahap setiap tahunnya.