Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rakyat Suriah Tak Bisa Menikmati Ramadhan

Kompas.com - 30/07/2012, 10:48 WIB

KOMPAS.com - Rakyat Suriah menjalani Ramadhan dalam suasana sangat berbeda dari yang sebelum-sebelumnya akibat konflik berdarah yang berkepanjangan di negeri itu.

Jalan-jalan di Damaskus, ibu kota Suriah, sepi. Hanya segilintir warga yang pergi ke masjid untuk mengikuti shalat tarawih usai berbuka puasa.  Warga khawatir ada serangan bom, seperti  yang sering terjadi selama 17 bulan sejak pemberontakan terhadap pemerintah Presiden Bashar al-Assad pecah. 

Bagi warga Suriah, bulan Ramadhan tahun ini dipenuhi rasa takut. Banyak orang merasa gelisah di dalam rumah mereka sendiri dan tak berani keluar sekalipun untuk membeli kebutuhan pokok dan melakukan kegiatan mendesak, demikian laporan Xinhua. Bahkan program drama televisi Ramadhan, yang dulu membuat mereka terpaku di depan pesawat televisi, tidak lagi menarik.

Pada akhir pekan pertama Ramadhan, bentrokan antara pasukan pemerintah dengan gerilyawan telah meluas ke ibu kota Suriah dan bahkan ke Aleppo. Padahal dua kota terbesar di Suriah itu selama ini dikenal sebagai pendukung Assad dan menjauh dari pemberontakan seperti yang terjadi di kota-kota lain di negara itu.

Situasi baru itu benar-benar mengejutkan sebagian besar warga di Damaskus, sehingga membuat mereka memborong makanan dan barang  kebutuhan pokok lainnya, dalam mempersiapkan diri menghadapi perang saudara yang tampaknya tak terhindarkan.

Rakyat Suriah sekarang terlalu sibuk untuk menjaga kehidupan mereka selama Ramadhan, sementara kelangkaan bahan bakar dan barang lain melanda.  Harga bahan pangan meroket; satu kilogram mentimun, yang dijual dengan harga tak lebih dari 25 pound Suriah sebelum Ramadhan sekarang mencapai harga hampir 80 pound Suriah.

Sekarang diperlukan waktu hampir dua jam untuk mengisi bahan bakar mobil sebab puluhan mobil mengantre di luar stasiun pompa bensin di bawah sengatan matahari, di tengah berbagai laporan tentang kelangkaan bahan bakar, terutama gas.

Sebagian warga bahkan memilih memarkir kendaraan mereka dan jalan kaki guna menghemat bahan bakar untuk keperluan yang lebih mendesak, katanya.

"Situasi sekarang sangat jauh berbeda setelah bertahun-tahun semuanya berlimpah," kata Amal Awad, seorang ibu rumah tangga. Ia menambahkan ia telah lebih dari setengah jam mendatangi toko demi toko cuma untuk membeli daun seledri.

"Yang membuat kondisi bertambah parah ialah anak-anak kami tak mengerti apa yang sebenarnya terjadi sekarang ini ... Mereka merengek sepanjang hari dan minta keluar rumah," katanya.

Suami Amal mengatakan belakangan ini ia tak lagi bisa mengikuti shalat di masjid demi menghindari kumpul-kumpul belakangan ini, karena kondisi itu bisa jadi sasaran empuk serangan.

Keluhan terdengar dari seluruh penjuru ibu kota dan ketakutan tersebar luas bahwa kerusuhan lebih lanjut bisa terjadi sebab gerilyawan telah memperingatkan bahwa "jam nol" serangan yang bakal mereka lancarkan ialah pertengahan Ramadhan.

Sementara itu pasukan pemerintah juga telah memperlihatkan tekad untuk mengusir apa yang mereka sebut sebagai kelompok teroris bersenjata dan membersihkan ibu kota dan kota-kota lain di Suriah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com