Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komnas HAM: Petrus Termasuk Pelanggaran HAM Berat

Kompas.com - 24/07/2012, 18:46 WIB
Aditya Revianur

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyatakan, penembakan misterius yang terjadi dari rentang waktu 1982 sampai 1985 termasuk dalam pelanggaran HAM berat. Hal tersebut didasarkan pada unsur-unsur Pasal 9 Undang-Undang Nomor 26 tentang Pengadilan HAM, yaitu pembunuhan, perampasan kemerdekaan, penyiksaan, dan penghilangan orang secara paksa telah terpenuhi.

"Korban petrus adalah preman kelas teri atau mereka yang melawan kekuasaan Orde Baru, residivis atau mantan narapidana, dan orang yang diadukan sebagai penjahat. Ketiga jenis korban itu dibunuh atau dihilangkan dengan sengaja dan mereka tidak pernah diadili sesuai hukum yang sah. Oleh karena itu, (penembakan misterius) termasuk pelanggaan HAM berat karena sesuai dengan yang tercantum dalam Pasal 9 UU No 26/2000," ujar Ketua Tim Ad Hoc Penyelidikan Pelanggaran HAM Petrus, Yosep Adi Prasetyo, di kantor Komnas HAM, Jakarta, Selasa (24/7/2012).

Yosep turut pula mengungkapkan bahwa peristiwa petrus tersebut terbukti melanggar HAM berat karena pengambilan keputusan dalam petrus terbukti sepihak. Korban yang berjenis kelamin laki-laki dan berusia rata-rata 23 sampai 52 tahun ditangkap, disiksa, dibunuh, dan dihilangkan tanpa melalui peradilan yang sah untuk membuktikan korban terbukti melanggar undang-undang pidana. Para saksi yang memberikan keterangan pada Komnas HAM menyebutkan bahwa petrus berlangsung secara sistematis dan meluas.

Kedua hal tersebut, menurut Yosep, merupakan cara yang digunakan oleh pelaku dalam menjaring korban dan menghilangkan nyawa korban petrus. Pelaku peristiwa petrus, lanjut Yosep, diduga adalah TNI, Polri, Garnisun, dan pejabat sipil. Hal tersebut berdasarkan keterangan dari para saksi yang menyebutkan bahwa korban petrus diculik terlebih dahulu oleh aparat keamanan.

Tindakan dari aparat keamanan tersebut menindaklanjuti perintah Panglima Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib) Republik Indonesia di bawah komando dan pengendalian Presiden Soeharto.

"Kedudukan sebagai kepala negara atau pejabat pemerintahan tidak membebaskannya dari tanggung jawab menurut hukum internasional. Jadi, yang paling patut dimintai pertanggungjawaban atas petrus adalah Presiden dan Pangkopkamtib saat itu karena kasus petrus adalah bentuk pelanggaran HAM berat," paparnya.

Komnas HAM melalui tim Ad Hoc penyelidikan pelanggaran HAM berat menyatakan, peristiwa petrus merekomendasikan kedua hal pada pemerintah terkait. Dua hal tersebut adalah meminta Jaksa Agung menindaklanjuti hasil penyelidikan Komnas HAM dengan penyidikan sesuai ketentuan KUHAP dan UU No 26/2000 tentang pengadilan HAM. Selain itu, Presiden dan DPR diminta mempercepat proses hukum dengan memberlakukan asas retroaktif yang diatur Pasal 43 UU No 26/2000 tentang pengadilan HAM.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Nasional
Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Nasional
Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta 'Selfie'

Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta "Selfie"

Nasional
Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan 'Presidential Club'

Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan "Presidential Club"

Nasional
Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Nasional
Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya 'Clean and Clear'

Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya "Clean and Clear"

Nasional
Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Nasional
Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada 'Presidential Club'

Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada "Presidential Club"

Nasional
Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Nasional
“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

Nasional
Soal Orang 'Toxic' Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Soal Orang "Toxic" Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com