BANJARMASIN, KOMPAS
Kepala Dinas Kehutanan Kalsel Rachmadi Kurdi, Rabu (18/7), mengatakan, dalam razia dua hari lalu, petugas gabungan memusnahkan peralatan tambang yang digunakan petambang. Pemusnahan dilakukan dengan cara membakar dan menenggelamkan ke air. Peralatan yang dimusnahkan, antara lain puluhan tromol atau mesin yang dipakai untuk memisahkan emas dari bebatuan, 10 gubuk tempat berteduh petambang, dan bahan kimia seperti potasium.
Razia dilakukan Dinas Kehutanan Provinsi Kalsel bersama kepolisian dan TNI, pihak Taman Hutan Rakyat, dan pihak terkait lain. Namun, razia itu kembali gagal menangkap pelaku. Diduga para petambang telah mencium kedatangan petugas sehingga mereka kabur sebelum petugas tiba di lokasi.
Menurut Rachmadi Kurdi, pihaknya juga berusaha memburu para cukong yang diperkirakan ada di balik aktivitas penambangan tersebut.
Rachmadi mensinyalir aktivitas penambangan emas ini tidak terlepas dari keberadaan para cukong. ”Sebab, tidak mungkin petambang bekerja sendiri karena harga peralatan yang mereka gunakan mencapai ratusan juta rupiah. Para cukong ini disinyalir memberi pinjaman peralatan kepada petambang yang saat ini jumlahnya mencapai ratusan orang,” ujarnya.
”Yang kami operasi kemarin 9 titik. Kami memusnahkan peralatan mereka karena untuk menyita peralatan itu tidak mungkin. Bayangkan, satu unit beratnya mencapai 100 kilogram, sedangkan satu lokasi bisa terdapat 25 unit tromol,” tambah Rachmadi.
Rachmadi mengungkapkan, kondisi lapangan saat ini sudah sangat kritis, tutupan lahan sedikit, dan permukaan tanah semakin bopeng oleh aktivitas petambang. Air buangan sisa
Sebelumnya, Kardoyo, Manajer Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Ir PM Noor, yang berada di waduk Riam Kanan, mengatakan, keberadaan penambangan emas rakyat juga mempercepat terjadinya sedimentasi di waduk. Hasil pengukuran pihak PLTA, ketebalan sedimentasi saat ini mencapai 25 sentimeter per tahun. Sejak tahun 2000 hingga sekarang sedimentasi di daerah reservoir mencapai sekitar 2 meter.