Jakarta, Kompas -
”Kalau dikatakan rawan saya tidak bisa menyanggah. Namun, itu periode 2008-2010,” ujar Jaksa Agung Basrief Arief di Jakarta, Senin (16/7).
Basrief menanggapi pernyataan Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran yang menyebut Kejaksaan sebagai lembaga negara paling korup berdasarkan hasil pemeriksaan anggaran negara yang dilakukan BPK tahun 2008-2010. Terdapat potensi kerugian negara sekitar Rp 5,43 triliun atau terbesar dibandingkan kementerian atau lembaga negara lain.
Menurut Basrief, tahun 2008 pengelolaan anggaran Kejaksaan mendapatkan opini disclaimer dari BPK. Opini itu kemudian membaik menjadi wajar dengan pengecualian pada 2010, dan makin membaik menjadi wajar tanpa pengecualian pada 2011.
Terkait angka potensi penyimpangan yang mencapai Rp 5,4 triliun, Basrief mengatakan hal itu terlampau besar dibandingkan anggaran Kejaksaan yang sebesar Rp 6,7 triliun selama periode 2008-2010.
”Kalau terjadi penyimpangan sebesar Rp 5,4 triliun dari total anggaran Rp 6,7 triliun, berarti kan gaji pegawai tidak bisa dibayar, tidak ada pembangunan sama sekali di Kejaksaan, dan juga bagaimana membeli sarana dan prasarana,” kata Basrief.
Kenyataannya, gaji pegawai tetap dibayar, pembangunan berjalan, dan keperluan sarana dan prasarana tetap dipenuhi.
Direktur Riset Sekretaris Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran Maulana sebelumnya mengatakan, BPK menemukan 473 kasus penyimpangan penggunaan anggaran di Kejaksaan pada periode 2008-2010. Dari jumlah itu, sebanyak 427 kasus dengan nilai potensi kerugian negara sebesar Rp 5,4 triliun belum ditindaklanjuti Kejaksaan.
Pada periode yang sama, Kementerian Keuangan menempati posisi kedua yang paling korup dengan nilai potensi kerugian negara mencapai Rp 5,35 triliun. Selanjutnya pada posisi ketiga adalah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dengan nilai potensi kerugian negara sekitar