Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

IMF dan Malapraktik Diplomasi

Kompas.com - 17/07/2012, 02:25 WIB

Jusman Dalle

Pemerintah memastikan bakal memberikan bantuan pinjaman kepada Dana Moneter Internasional (IMF) sebesar 1 miliar dollar AS atau sekitar Rp 9,4 triliun.

Terkait komitmen Indonesia ini, Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan, IMF diharapkan tidak hanya menggunakan pinjaman ini untuk membantu negara-negara di Eropa, tetapi juga negara-negara di Asia dan Afrika.

Narsistik

Sejak rencana ”nyumbang” itu diumumkan pasca-pertemuan G-20 di Brasil, berbagai penolakan telah dilontarkan oleh LSM, mahasiswa, ataupun ekonom. Namun tak digubris oleh pemerintah.

Menteri Keuangan Agus Martowardojo dan Hatta Rajasa bahkan dengan antusias meyakinkan publik bahwa sumbangan tersebut mengangkat derajat Indonesia karena akan dianggap sebagai negara yang kuat, maju, dan kokoh secara ekonomi.

Argumentasi yang berupaya merasionalisasi latar belakang bantuan tersebut secara langsung menyimpulkan bahwa pemerintah sedang melakukan malapraktik diplomasi: terjebak pada diplomasi narsistik. Sebuah model diplomasi yang menonjolkan kelebihan atau pamer agar diakui dunia sebagai bentuk legitimasi atas segala ’kelebihan’ yang dimiliki.

Dalam dunia marketing, Damien McLoughlin dan David A Aaker (2010) menyebutnya sebagai konstruksionalisasi perceived quality (persepsi kualitas). Membangun kesan kualitas dengan tujuan menciptakan basis ekuitas melalui shock therapy kepada publik (dalam hal ini negara lain) agar Indonesia makin dilirik dan ditempatkan pada posisi yang terhormat dalam kasta ekonominya. Indonesia hendak mendeklarasikan diri sebagai negara ekonomi kuat, tetapi bukan berdasarkan kualitas aktual.

Karena, faktanya, kondisi Indonesia tidak sama dengan apa yang dikatakan oleh Hatta Rajasa dan Agus Martowardojo. Ekonomi Indonesia masih timpang dan compang. Deviasi antara khotbah tentang kesejahteraan dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sebagai instrumen global dalam menakar tingkat pembangunan suatu negara masih sangat jauh.

IPM yang ditakar berdasarkan akses pendidikan, kesehatan, dan ekonomi/kesejahteraan—sebagaimana terakhir dirilis oleh United Nation Development Program (UNDP) pada 2011—menempatkan Indonesia di posisi ke-124 dari 187 negara. Peringkat itu terpaut sangat jauh dari negara tetangga, seperti Singapura (26), Brunei (33), Malaysia (61), bahkan Thailand (103) dan Filipina (112).

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com