Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Revisi UU KPK Perilaku Koruptif

Kompas.com - 14/07/2012, 07:13 WIB
Sandro Gatra

Penulis

BANTEN, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Busyro Muqoddas menilai rencana revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi oleh Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat merupakan bentuk perilaku koruptif dari politisi.

"Revisi UU KPK menunjukkan perilaku politik yang koruptif karena tidak transparan, ngga akuntabel. Disadari atau tidak itu koruptif," kata Busyro saat acara Lokakarya dengan media di Tanjung Lesung, Banten, Jumat (13/7/2012).

Busyro mengatakan, beberapa wacana revisi UU KPK sulit diterima akal sehat. Dia memberi contoh pengaturan mekanisme penyadapan yang harus mendapat izin pengadilan negeri setempat terlebih dulu.

"Penyadapan itu menjadi kekuatan kami. Bayangkan saja kalau yang mau disadap itu orang pengadilan. Mengajukan izin, surat itu masuk ke panitera dulu. Kalau paniteranya tidak berintergritas, tidak bermoral langsung dibocori, nangis mas Bambang Widjojanto (Wakil Ketua KPK), yang lain juga nangis. Ini logika yang sulit dipahami akal yang waras. Menyedihkan sekali," kata Busyro.

Bambang mengatakan, selain terkait penyadapan, wacana yang akan dikritisi yakni pembentukan dewan pengawas KPK, pengurangan kewenangan KPK seperti penghapusan penuntutan. Hal lain, yakni anggapan para politisi bahwa KPK adalah lembaga adhok yang dibentuk untuk sementara.

Selain itu, lanjut Bambang, masalah politik anggaran dari Dewan untuk KPK. Tingginya tuntutan dalam pemberantasan korupsi, kata dia, tidak didukung dengan pembangunan infrastruktur.

Wakil Ketua KPK Zulkarnaen menilai, meskipun belum dapat dilaksanakan secara optimal, UU KPK saat ini sudah memadai sehingga tak perlu direvisi. Zulkarnaen mengkhawatirkan revisi UU KPK akan ditunggangi para koruptor untuk kepentingan tertentu.

Busyro menambahkan, pihaknya akan melakukan kajian kritis jika UU KPK benar direvisi nantinya. Pihaknya bukan mempermasalahkan revisi, namun mainset dari revisi itu. "Secara elegan kami akan kritisi," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

     PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

    PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

    Nasional
    Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

    Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

    Nasional
    LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

    LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

    Nasional
    MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

    MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

    Nasional
    PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

    PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

    Nasional
    Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

    Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

    Nasional
    Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

    Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

    Nasional
    'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

    "Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

    Nasional
    Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

    Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

    Nasional
    Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

    Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

    Nasional
    Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

    Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

    Nasional
    Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

    Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

    Nasional
    PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

    PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

    Nasional
    Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

    Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

    Nasional
    Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

    Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com